Jumat, 14 Oktober 2016

Refleksi Mata Kuliah Perkembangan Pemikiran Modern dalam Islam (PPMDI)

Dalam satu semester ini saya telah mempelajari mata kuliah PPMDI yang diampu oleh Dr. H. Abdul Basit, M. Ag,. Sebelumnya saya belum ada gambaran mengenai mata kuliah  PPMDI ini. Menurut saya mata kuliah ini membahas lebih rinci tentang perkembangan tentang pemikiran islam pada era modern sesuai dengan nama mata kuliah ini.
Dalam perkuliahan PPMDI ini saya memperoleh pengetahuan baru dari latar belakang munculnya pembaharuan pemikiran modern dalam islam, mengetahui para tokoh pembaharuan islam dan dapat membandingkan tipologi pemikiran para tokoh-tokoh tersebut, kemudian juga dapat menganalisis gagasan-gagasan dari para pemikir modern dan mengembangkan pemikiran-pemikiran modern dalam memahami ajaran islam.
Pada pertemuan awal kuliah dosen melakukan kontrak belajar untuk menyepakati rambu-rambu yang harus disepakati selama perkuliahan, kemudian dipertemuan berikutnya dosen membentuk beberapa kelompok presentasi. Setiap kelompok mempresentasikan hasil kelompoknya dengan tema yang berbeda satu sama lain, sesuai dengan tema yang di tentukan oleh dosen. Mahasiswa benar-benar diajak untuk bersama-sama menyikapi berbagai perkembangan pemikiran modern dalam islam. Dan di akhir presentasi, selalu diadakan sesi pertanyaan yang dapat memberikan ruang dan kesempatan kepada mahasiswa lain untuk menanyakan bagian yang belum di pahami. Tidak lupa dosen memberikan penjelasan yang mungkin belum sempat disampaikan oleh kelompok yang bersangkutan dan meluruskan berbagai pendapat yang kiranya melenceng dari tema presentasi. Hal ini merupakan salah satu langkah positif dalam kegiatan perkuliahan karena menuntut mahasiswa untuk berpikir kritis dan merupakan cara yang efektif untuk menghidupkan suasana. Hal ini juga dapat memberikan hasil positif bagi mahasiswa sendiri untuk membangun rasa percaya diri dan juga keberanian untuk mengutarakan pendapat.
Dalam mata kuliah ini banyak membahas tentang tokoh-tokoh pembaharuan di mesir, pembaharuan di turki, pembaharuan di india Pakistan, sampai pada pembaharuan di Indonesia, dan juga membahas pemikiran islam kontemporer.
Dalam pembaharuan di mesir, ada beberapa tokoh yang yang sangat berperan dalam pembaharuan islam, antara lain Jamaludin Al-Afghani, Muhammad Abduh, dan Rasyid Ridha. Latar belakang kehidupan dan pengalaman seorang tokoh-tokoh pembaharu akan mewarnai gerakan pembaharuan yang dilakukannya di mesir. Pembaharuan Jamaludin Al-Afghani menganggap musuh umat islam adalah penjajah, maka dari itu umat islam harus bersatu dalam menentang penjajah. Untuk pembaharuan yang dilakukan oleh Muhammad Abduh bersumber pada aspek kebebasan, kemasyarakatan, keagamaan, dan pendidikan. Untuk Rasyid Ridha beranggapan bahwa paham nasionalisme harus dihapus dan disingkirkan karena bertentangan dengan paham persauan umat islam.
Dalam pembaharuan di Turki membahas mengenai dua tokoh yaitu Sultan Mahmud II dan Mustafa Kemal At-tatturk. Untuk pembaharuan di turki ini lebih terfokus pada tokoh kepemimpinan atau kelompok yang menyokong kekuasaan pada saat itu dengan melihat bangsa Barat sebagai acuannya dan lebih banyak belajar kepada barat dalam segala hal, karena melihat Barat sebagai negara yang telah mengalahkan mereka di kancah perpolitikan. Sehingga segala sesuatu yang akan menghalangi tujuan tersebut akan di lawan dengan cara revolusioner seperti yang dilakukan Mustafa Kemal yang menghapuskan kekhilafan Turki Usmani menjadi Republik Turki
Kemudian untuk pembaharuan di india-Pakistan membahas mengenai gerakan Mujahidin dan sekolah Deoband, Sayyid A. Khan dan gerakan Aligarh, Muhammad Iqbal, dan Abu A’la Maududi. Menurut pemikiran Sayyid A. Khan kemajuan ummat islam bukan cara memusuhi Inggris dan bekerja sama dengan hindu, tetapi harus dekat dengan orang-orang Ingris, karena kemajuan islam tidak terlepas dari penguasan ilmu pengetahuan dan teknologi modern. Sedangkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern banyak dihasilkan oelh orang-orang inggris. Untuk ide pembaharuan  Muhammad Iqbal adalah membuka pintu Ijtihad untuk menolak statemen bahwa islam adalah agama yang statis, tidak berkembang. Beliau tidak menghendaki umat islam hanya berpangku tangan pada kesepakatan para ulama-ulama terdahulu. Beliau menghendaki umat islam senantiasa beragama sesuai perkembangan zaman, tanpa mengabaikan hal-hal syar’i yang sudah menjadi landasan hukum syar’i. Kemudian untuk ide pembaharuan Abu A’la Maududi adalah membuat satu perkumpulan yang disebut Al-Jamiat Islami, sebagai mediasi untuk merekrut dan membuat satu negara yang bernuansa islam, beliau juga menolak adanya westernisasi budaya yang masuk dan menyelimuti kehidupan dan kebudayaan islam. Karena menurutnya hal itulah yang menyebabkan umat islam mulai terminimalisir dari pemerintahan India saat itu.
Pembaharuan di Indonesia sendiri antara lain dari kaum paderi, Al-Irsyad, Jami’atul Khair, Muhammadiyah, Persatuan Islam (persis), NU, dan Masyumi. Para pembaharu di Indonesia ini mengikuti jejak kaum pembaharu di Timur Tengah, terutama yang berpusat di Mesir. Mereka berkenalan dengan gagasan tajdid, melalui gagasan tajdid melalui bacaan dan pertemuan langsung dengan tokoh-tokohnya sewaktu mereka menuntut ilmu di Timur Tengah. Terutama di Mekkah. Konsep pergerakan Muhammadiyah dan Persis adalah mengembalikan umat islam kepada Al-Quran dan Sunnah, karena berusaha melawan tekanan doktrin yang dapat mencampuri akidah umat islam, selain itu juga sebagai bentuk rasa nasionalisme dengan reaksi perlawanan terhadap colonial Belanda yang menguasai seluruh aspek masyarakat dalam berbagai sendi kehidupan.
Di mata kuliah ini juga membahas pemikiran islam yang kontemporer antara lain tokoh yang dibahas yaitu Ismail Raji Al-Faruqi, Sayid Naquib Alatas, Fazlur Rahman, Hassan Hanafi, Nurcholish Madjid, dan Abdurrahman Wahid.

Demikian gambaran dari saya ketika mengikuti kuliah PPMDI bersama Pak Abdul Basit. Untuk kegiatan perkuliahan yang menggunakan metode active learning ini sudah sangat bagus sekali karena membuat mahasiswa lebih kritis, kreatif, dan inovatif dalam mengembangkan materi-materi perkuliahan. Kemudian saya mengucapkan terima kasih kepada Pak Abdul Basit yang telah banyak memberikan pengetahuan kepada kami, yang sebelumnya kami belum tau apa-apa, kini setidaknya kami mampu memahami perkembangan pemikiran modern dalam islam.

PERKEMBANGAN ISLAM PADA MASA MODERN

A. Pendahuluan

Islam telah ada sejak zaman kenabian .sejak itu Islam terus berkembang hingga saat ini. Namun, perkembangan islam tidak semudah apa yang kita lihat,saat ini ,ajaran islam mengalami mundur hingga akhirnya berjaya hingga saat ini.

periode setelah  1800 masehi dikatakan sebagai  islam modern ,termasuk di dalamnya saat ini. Dimasa ini  banyak perkembangan  dalam  kehidupan islam, peliputi pendidikan, politik,perdagangan dan kebudayaan .dan seluruh perkembangan islam dirangkum dalam  sejarah  islam tersebut sejarah islam tersebut  terbagai menjadi 3 periode,yakni pertama disebut dengan periodeklasik(650-1250M).periode kedua  disebut periode pertengahan(1250-1800M).periode ke tiga adalah periode modern  (1800-sekarang). 


Periode pertama yakni periode klasik(650-1250M)islam mengalami masa keemasanatau masa kejayaan .dengan di buktikan adanya luasnya wilayah kekuasaan islam,adanya intergrasi antar wilayah islam  dan adanya puncak kemajuan islam di bidang ilmu dan sains .Namun sekitar tahun 1000-1250M  keutuhan umat islam di bidang politik pecah  ,kekuasaan khalifah menurun  akhirnta tahun1251M dapat dikuasai dan di hancur kan Hulagu Khan.

Period eke dua ,yakni periode pertengahan(1250-1800M).pada periode pertengahan  terbagi menjadi dua fase,pertama ,fase kemunduran(1250-1500M) zaman ini desentralisasikan dan disintegrasi semakin meningkat.Banyak wilayah yang memisahkan diri dari kekuasaan pusat. Kedua Fase 3 kerajaanbesar(1500-1800M). dimulai zaman kemajuan (1500-1700M) dengan tiga Negara ,yaitu kerajaan usmanidi Turkikerajaan syafawi di Persia, dan  kerajaan mughaldi india yang Berjaya di bidang literature dan arsitektur.

Periode ke tiga  yakni periode modern (1800m sekarang ). Periode ini di sebut juga periode pembaharuan  karena merupakan zaman kebangkitan dan kesadaran umat islam  terhadap kelemahan dirinya dan adanya untuk memperoleh kemajuan dalam berbagai bidang ,terutama dalam bidang pengetahuan danteknologi .pada bab ini kita   hanya akan terfokus membahas mengenai periode Modern(1800-sekarang).
B. perkembangan islam pada periode modern.

Dengan adanya penyimpangan-penyimpangan tersebut mendorong munculnya  para penggagas  dan pembaharu Muslim yang berusaha menyadarkan  terhadap penyimpangan penyimpangan yang telah di lakukan  agar kembali jalan yang di ridhoi  allah SWT. Tokoh-tokoh tersebut antara lain :
1. Muhammad bin Abdul Wahap
       Beliau lahir di Nejd(arab Saudi) pada tahun1115H(1703M) dan wafat di Daryah tahun 1201H(1787M) beliau seorang ulama besar yang froduktif terbukti  dengan karangan bukunta tentang islam .Diantaranya bukunya berjudul “kitab at tauhid “.

2. Rifa’ah Badawi Rafi At Tahtawi atau At Tahw
        Lahir di Tahta tahub1801.pemikirannya tentang ajaran islam adalah antara lain menyeru kepada umat islam agar hidup di dunia tidak hanya memikirkan kehidupan akhirat saja ,tetapi harus juga memikirkan kehidupan dunia ,agar umat islam tidak dijajah oleh bangsa lain

3.Jamaludin Al Afghani
        Lahir di Afganistan tahun 1839M. Wafat di istambul Turki tahun1897M.pembaharuan pemikiran yang di munculkan ,antara lain mengajak umat islam kembali  kepada ajaran yang murni ,mengajak  para  kaum wanita untuk biSa meraih kemajuan dan bekerja sama dengan kaum laki-laki ,kepemimpinan otokrasi di
rubah menjadiDemokrasi,Artinya islam menghendaki pemerintahan republic yang di dalam nya  terdapat kebebasan mengemukakan pendapat dan Negara wajib tunduk  kepada undang-undang ,dan Plan Islamisme  yaitu persatuan dan kesatuan umat islam harus ada karena hal tersebut di atas segalanya.

C. Contoh Perkembangan Islam Modern


1.Ilmu pengetahuan di india

         ide pembaharuan di india  dan Pakistan  pertamakali di cetuskan oleh  syekh Waliyulloh  pada abad ke 18 .kemudian di teruskan oleh anaknya  syekh Abdul Aziz (1746-1823)dan di kembangkan oleh syekh Waliyulloh dan Sayid Ahmad Syahid.
2.ilmu pengetahuan  di mesir 
         pembaharuan di mesir di ilhami dari pembaharuan yang dilakukan Sayid Jamaludin al Afghani di Turkisehingga muncul tokoh-tokoh  pembaharu di mesir seperti Muh.Abduh ,Muh.Rasyid Ridha ,Tooha Husein ,san  yusuf Al qardawi.
3.ilmu pengetahuan di turki  
           sultan Mahmud II dari kesultanan turki (1785-1839) mengadakan pembaharuan
,antara lain memasukan kurikulum  ilmu pengetahuan  ke dalam lembaga pendidikan islam ,mendirikan lembaga pendidikan “maktebi ma’arif”. Di samping itu ,sultan Mahmud IImendirikan perguruan-perguruan tinggi  di bidang kedokteran,militer,dan teknologi.
4.perkembangan di bidang budaya 
             kebudayaan adalah hasil cipta  dan karsa dari manusia untuk manusia itu sendiri dari masa ke masa  kebudayaan semakin berkembang . termasuk didalamnya  perkembangan budaya islam  yang meliputi arsitektur,sastra ,dan kaligrafi .
Masa moderen dalam sejarah islam di katagorikan bermula dari tahun 1800 M dan berlangsung pada masa sekarang yang di tandai dengan gerakan pembaruan dalam berbagai bidang. Saat islam mengalami kemunduran, bangsa Eropa justru mengalami kemajuan luar biasa dalam lapangan kebudayaan, ekonomi, ilmu pengetahuan, dan teknologi, Oleh karena itu, pada periode ini kondisi dunia islam berada di bawah pengaruh kolonialisme dan imperialisme Eropa tersebut.
Dalam perjalanan sejarah, baru pada pertengahan abad 20M, dunia islam bangkit memerdekakan negrinya dari penjajahan. Periode ini memang merupakan zaman kebangkitan kembali islam setelah mengalami kemundururan di periode pertengahan. Adapun inspirasi kebangkitan di mulai pada saat Napoleon Bonaparte menduduki Mesir di tahun 1798M. Meskipun penduduk tersebut tidak berlangsung lama, tetapi hal itu meninggalkan kesan yang mendalam pada diri umat islam tentang kemajuan Eropa dan ketertinggalan peradaban kaum muslim. Kesadaran ino lah yang kemudian berubah menjadi berubah menjadi sebuah upaya dan agenda besar umat islam di abad moderen ini guna melakukan pembaruan dan modernisasi.
D. Perkembangan Agama, Politik, Ekonomi

1. Perkembangan Agama

Masa moderen ini memberi landasan intelektual bagi pembaruan di berbagai bidang, termasuk dalam bidang Agama. Dalam istilah Arab, pembaruan di kenal dengan nama Tajdid. Adapun secara istilah, Tajdid di formulasikan sebagai upaya dan aktivitas untuk mengubah kehidupan umat islamdari keadaan yang sedang berlangsung kepada keadaan yang hendak di wujudkan demi upaya kesejahteraan, baik di dunia maupun di akhirat, di kehendaki oleh islam. Kata pembaharuan islam mempunyai makna”modernisasi”, yaitu ajaran islam yang bersifat relatif dan terbuka untuk perubahan serta pembaruan.

Islam adalah agama yang memberi kebebasan kepa umatnya untuk mengekspresikan diri asalkan sesuai dengan kaidah ajaran islam Dan sejalan dengan tujuan penciptanya, yakni untuk beribadah kepada Allah SWT. Perjalanan sejarah umat islam telah membuktikan bahwa setiap saat ada umat yang senantiasa berposisi sebagai pemberi motivasi atau pembaru bagi masyarakat.

Salah satu pelopor pembaru dalam dunia islam Arab adalah satu aliran yang bernama Wahabiah yang sangat berpengaruh di abad ke-19. Pelopornyo adalah Muhammad bin Abdul Wahab (1703-1787M) yang berasal dari Nejed, Saudi Arabia. Pemikiran yang dikemukakan oleh Muhammad bin Abdul Wahab adalah upaya untuk memperbaiki kedudukan umat islam dan merupakan reaksi terhadap paham tauhid yang terdapat di kalangan umat islam saat itu. Paham tauhid mereka telah tercampur aduk oleh ajaran tarikan yang sejak abad ke-13 tersebar luas di dunia.

Di setiap negara islam yang dikunjunginya, Muhammad bin Abdul Wahab melihat makam syekh tarika yang bertebaran. Setiap kota, ke makam itu lah umat islam pergi dan meminta pertolongan dari syekh, syekeh atau wali yang telah meninggal dunia di pandang orang yang berkuasa. Perbuatan ini merupakan paham Wahabiah termasuk syirik karena permohonan tersebut  tidak di paham lagi dipanjatan kepada Allha SWT.

Oleh karena itu, tidak mengherankan apabila Muhammad bin Abdul Wahab memutuskan perhatiannya pada persoalan ini. Ia memiliki pokok pemikiran sebagai berikut.

  • Yang harus di sembah hanyalah Allah SWT. Dan orang yang menyembah selain dari-Nya telah diinyatakan musyrik.
  • Kebanyakan orang islam bukan lagi penganut paham tauhid yang sebenarnya karena mereka meminta pertolongan bukann lagi kepada Allah, melainkan dari syekeh. Orang islam yang berperilaku demikian dinyatakan musyrik
  • Menyebut nama nabi,syekeh,atau malaikat  sebagai pengantar dalam doa juga dikatakan sebagai syirik.
  • Meminta syafaat selain kepada Allah adalah juga merupakan syirik
  • Benazar kepada selain dari Allah juga perbuatan syirik
  • Memperoleh pengetahuan selain Al Quran, hadis, dan kias merupakan ke kufuran
  • Tidak percaya kepada kada dan kadar Allah merupakan kekufuran
  • Menafsirkan Al Quran dengan takwil atau interpretasi bebas juga termasuk kekufuran.
Untuk mengembalikan kemurnian tauhid tersebut, makam-makam yang banyak dikunjungi dengan tujuan mencari syafaat, keberuntungan, dan lain-lain sehingga membawa kepada paham syirik. Pemikiran-pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab yang mempunyai pengaruh pada perkembangan pemikiran pembaruan di abad ke-19 adalah sebagai berikut:
  • Hanya Al Qurandan hadis yang merupakan sumber asli ajaran-ajaran islam. Pendapat ulama bukanlah merupakan sumber.
  • Taklid kepada ulama tidak dibenarkan
  • Pintu ijtihad senantiasa terbuka dan tidak tertutup.
Muhammad bin Abdul Wahab merupakan pemimpin yang aktif berusaha mewujudkan pemikirannya. Pemikiran Muhammad bin Abdul Wahab juga di kembangkan di indonesia yang awalnya di bawa oleh haji asal minangkabau, yaitu Haji Miskin, Haji Piobang, Haji Sumanik.

2. Perkembangan Politik 
                                                      
Terdapat dua agenda pemburuan dalam masyarakat islam tentang perkembangan politik yaitu:

a. Persoalan Internasional Politik Islam

Jamaluddin AL Afgani merupakan tokoh utama penggagas internasionalisme. Islam secara politik. Menurut Al Afgani, umat islam harus menyatukan barisan dan kekuatannya dalam satu bentuk Pan-Islamisme. Halini menjadi sangat penting untuk membentengi diri umat Islam dari dominasi penjajahan Barat. Konsep nasionalisme, yang membuat umat islam terpecah-pecah dan terkotak-kotak dalam sekian banyak notion-state, tidak akan konduktif dan tidak dapat diharapkan untuk menghadapi dominasi Barat tersebut.

b. Persoalan Hubungan Agama dengan Konsep Negara dalam Islam
115%;">

Respon umat islam terhadap masalah ini muncul dalam tiga bentuk, respon kalangan modermis, revivalis, dan sekularis. Menurut kalangan revivalis, bentuk negara islam harus di kembalikan ke dalam bentuk pengalaman awal sejarah umat islam . Menurut tokohnyo, Abul A’la Al Mududin, kedalutan tertinggi dalam islam adalah Tuhan,Oleh karena itu, Al Quran haruslah menjadi konstituti dasar suatu negara islam.

Bagi kalangan Modernis, Bentuk Negara islam di serahkan sepenuhnya kepada kebutuhan zamannya masing-masing, Yang terpenting adalah bahawa pengelolahan politiknya harus mempunyai landasan etik Islam yang kuat.

Yang paling kontrovesial adalah kalangan sekularis. Berawal dengan menjelaskan sifat kepemimpinan Nabi, Ali Abdurraziq sampai pada kesimpulan bahwa islam tidak mengatur masalah –masalah kenegaraan, tidak memerintahkan, dan juga tidak melarangnya. Hal ini tampak dalam kepemimpinan Nabi yang murni bersifat keagamaan. Muhammad dalam pandangan Ali Abdurraziq, menyerahkan sepenuhnya masalah kenegaraan kepada umat islam secara rasional dan berdasarkan pengalaman historisnya masing-masing untuk mengatur, mengelola, dan memformat negaranya.

3. Perkembangan Ekonomi

Perekonomian penduduk yang merupakan syarat utama bagi kelangsungan hidup dan hal ini disadari oleh Kerajaan Usmani sebagai negara yang mengalami awal masa pembaruan. Maka dalam hal perekonomian, Kerajaan Usmani melakukan hal-hal berikut:

  • Pada periode pertama, Usmani bertujuan menguasai beberapa jalur perdagangan dan beberapa sumner produktif.
  • Berbagai produk dari Irian, Teluk Persia, dan, Laut  Merah membantu dalam menjadikan Usmani sebagai pusat perdagangan yang makmur.
  • Beberapa rute haji mengantar warga dari berbagai wilayah Kerajaan Usmani ke Mekah dan Madinah. Mekah merupakan sebuah kota pusat perdagangan rempah-rempah, mutiara, lada, dan kopi.
  • Penyediaan sarana kendaraan haji di Damaskus, Koiro, dan Bagdad menjadi kegiatan bisnis yang penting.
  • Dalam rentangan abad 15 dan 16, Basrah menjadi pusat perdagangan terbesar di Anotolia serta berbagai dermaga terbesar dalam pertukaran barang –barang.
  • Kota Istambul di bangun dengan merekontruksi beberapa institusi publik seperti sekolah, rumah sakit, tempat pemandian umum, dan tempat pengapdian.
  • Pada abad 17 dan 18, berlangsung perubahan situasi yang sangat menonjol dalam sistem kerajaan Usmani, artinya terjadi pula pecahnya peperangan yang berkepanjangan antara petinggi pusat dan petinggi lokal untuk memperebutkan kekuasaan terhadap pendapatan atas pajak produksi penduduk.

B. Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Beberapa tokoh yang terkenal dalam dunia ilmu pengetahuan atau pemikiran islam tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Jamaluddin Al Afgani (Iran Turki 9 Maret 1897)
Salah satu sumbangan terpenting di dunia islam diberikan oleh Sayid Jamaluddin Al Afgani. Gagasan mengilhami kaum muslim di turki, iran, mesir, dan india.

2. Muhammad Abduh (Mesir 1849-1905) dan Muhammad Rasyid Rida
Guru dan murid tersebut sempat mengunjungi beberapa negara Eropa dan terkesan dengan pengalaman mereka di sana. Rasyid Rida mendapat pendidikan islam tradisional dan mengguasai bangsa asing.

3. Toha Husein (Mesir Selatan 1889-1973)
Toha Husein adalah seorang sejarawan dan filsuf yang amat mendukung gagasan Muhammad Ali Pasya. Ia merupakan seseorang pendukung modernisme yang gigih.

4. Sayid Qutub (Mesir 1906-1966)dan Yusuf Al Qardawi
Al Qardawi menekankan perbedaan modernisasi dan pembaratan. Jika modernisasi yang dimaksud bukan berarti upaya pembaratan dan memiliki batasan pada pemanfaatan ilmu pengetahuan modern serta peneratan teknologinya, maka Islam tidak menolaknya, bahkan mendukungnya.

5.  Sir Sayid Ahmad Khan (India 1817-1898)
Sir Sayid Ahmad Khan adalah pemikir yang menyerukan saintifikasi masyarakat muslim. Seprti halnya Al Afgani, ia menyerukan kaum muslim untuk meraih ilmu pengetahuan moderen. Akan tetapi, berbeda dengan Al afgani, ia melihat adanya kekuatan yang membebaskan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi moderen.

6. Sir Muhammad Iqbal (Punjab 1873-1938)
Generasi awal abad ke-2 adalah Sir Muhammad Iqbal yang merupakan salah seorang muslim pertama dfi anak benua india yang sempat mendalami pemikiran Barat moderen dan mempunyai latar belakang pendidikan yang bercorak tradisional intelektual islam.

C. Perkembangan Seni dan Budaya

Hal yang dapat di pelajari di berbagai negara islam atau negara yang berpenduduk mayoritas umat islam adalah:

1.   Arsitektur

Arsitektur ada yang berfungsi melayani keagamaan, seperti masjid, makam, madrasa dan adapula yang berfungsi melayani kepentingan sekunder, seperti istana, benteng, jalan-jalan raya, karava serai.Di bidang perhotelan telah di bangun hotel-hotel mewah bertaraf internasional antara lain :

Masjidil Haram artinya masjid yang di hormati atau dimuliakan. M asjid ini berbentuk empat persegi terletak di tengah-tengah kota mekah, Masjid ini merupakan masjid tertua di dunia.
Masjid Nabawi adalah Masjid yang megah dan indah serta sangat luas.Masjid Nabawi bertahmbah megah dan indah dengan adanya sepuluh buah manara yang menjulang tinggi, 95 buah pintu yang lebar dan indah, dan juga kubah masjid yang dapat terbuka dan tertutup.

Sekarang ini Tehera merupakan salah satu kota terbesar di Asia. Bangunan arsitektur peninggalan Dinasti Qatar yaitu:

  • Istana Niavarand, tempat kediaman Syah Muhammad Reza Pahlepi dan keluarganya
  • Pengkuburan Behesyyti Zahara, Pekuburan ini tempat dimakamkah puluhan ribu pahlawan Revolusi islam.


2. Sastra

Pada masa pembaharuan telah bermunculan para sastrawan yang berkarya sastranya bersifat islami di berbagai negara, misalnya

  • Seorang sastrawan dan pemikir besar, menjelang abad ke-20 telah lahir di Pskitan (1877-1938)yang bernama Muhammad Iqbal, ia telah mengungkapakan filsafat tentang puisi menggunakan bahasa Urdu dan Persi.
  • Mustafa Lutfi Al-Manfaluti (1876-1926) seorang sastrawan dan ulama Al Azhar
  • Dr. Muhammad Husain Haekal (1888-1956) pengarang yang telah menulis Hayatu Muhammmad
  • Jamil Sidiq Az-Zahawi (1863-1936)seorang perintis sajak moderen dan seorang penyair tua
  • Abdus Salam Al-Ujaili (Lahir 1918)Seorang sastrawan di Suriah dan juga seorang dokter medis
  • Aisyah Abdurrahman seorang dokter dalam sastra klasik

3.Kligrafi

Kata Kaligrafi berasal dari Bahasa Yunani: Kaligrafia atau kaligraphos. Kallos berarti indah gropho berarti tulisan.jadi kaligrafi berarti indah yang mempunyai nilai estetis.

Perhatian umat islam indonesia terhadap seni kaligrafi cukup bagus. Hal ini ini di tandai antara lain:

  • Diadakan pameran lukisan kaligrafi nasional
  • Di selengarakannya Mussabaqah khaaf indah Al-Quran dalam setiap MTQ.

D. Hikmah Perkembangan Islam pada Masa Moderen

  •    Sejarah di kemukakan dalam Al Quran sebagai kisah atau peristiwa yang dialamiumatmanusia di masa lalu. 
  •       Pelajaran yang dapat diambil dari sejarah dapat menjadi pilihan ketika  mengambil sikap.


PEMIKIRAN MODERN DALAM ISLAM





Adalah barang tentu menjadi pertanyaan kembali, mengingat pemikiran kontemporer Islam yang bersifat islami itu dihubungkan dengan modern yang identik dengan Barat. Pemikiran merupakan wacana yang berkembang secara dialektik, yakni dalam periodisasi waktu, atau pada tempat atau kawasan tertentu. Setidaknya kita menyegarkan kembali akan pemahaman yang dimaksud dengan modern, dan juga yang dimaksud dengan islami. Pembahasan ini meliputi dua arus besar pemikiran yang selalu dihadapkan sebagai dua buah ideologi besar, yakni Islam dan Barat.

Dalam wacana pemikiran modern, antara Islam dan Barat, titik utama kajiannya terletak pada tataran epistemologis, yakni sumber pengetahuan. Corak pemikiran Islam, sesuai dengan sumber pengetahuannya selalu mengacu pada Al-Qur’an dan Sunnah yang menjadi ciri kahasnya. Keduanya sebagai epistemologi merupakan pembeda dengan corak pemikiran lainnya. Bergitu pun berbagai kajian yang notabene melingkupi berbagai keilmuan Islam. Maka, berbagai kerangka pemikiran yang mengabsenkan Al Qur’an dan Sunnah -yang menjadi khasnya- barang tentu tidak dikatakan sebagai pemikiran Islam. Adapun pada tataran aksiologis, pemikiran Islam ataupun Barat akan membias dan hilang corak khasnya karena disesuaikan dengan world view yang ada.

Renessains yang terjadi di Eropa pada abad-16, merupakan dasar tombak bagi Barat dalam kemajuannya, terutama dalam lini pemikiran. Kebebasan akal yang menjadi prioritas diusung oleh beberapa tokoh seperti Rene Descartes, August Comte, Imanuel Kant, dan Fancis Bacon, mampu menjelma seketika pemikirannya sebagai sebuah hegemoni pemikiran yang sangat terasa gaungnya. Renessains menjadikan Eropa bergerak pesat meninggalkan peradaban yang lainnya, khususnya Islam. Inilah dimana Barat memulai kemodernan yang menjadi pengaruh di seluruh dunia, sehingga tak pelak bahwa modern kerap identik dengan Barat. Basis epistemologis yang dipakai dalam pemikiran Barat, setelah dipaparkan di atas, menjadi jelas akan kebebasan akal yang dipakai sebagai pijakan sumber pengetahuan.

Yang kemudian menjadi pertanyaan, dengan tidak menafikan fakta sejarah, akan banyaknya pemikir Islam yang menggunakan metodologi Barat sebagai kacamata dalam melihat Islam. begitupun para pemikir Barat yang menggunakan kacamata Islam dalam melihat Barat. Seperti yang dilakukan oleh beberapa pemikir Islam yang pernah mengenyam pendidikan di Barat, seperti Seyyed Hosein Nasr, Ali Syariati, Imam Khomeini, dsb, membuat kita bertanya kembali sebagai umat Islam, apakah modernitas merupakan sesuatu yang ‘haram’ karena ke-Baratannya, dan apakah modern hanya melulu dikalaim sebagai milik Barat?

Kembali pada pengartian modern dan islami yang dikaitkan pada pemikiran kontemporer Islam. Modern secara bahasa berarti kekinian. Terminologi modern juga dikaitkan dengan istilah kontemporer. Keduanya sama-sama memilik arti kekinian, ini akan menjadi pembahasan kita kemudian. Namun pada wacana ini yang dimaksud adalah modern yang identik dengan Barat, istilah yang timbul setelah rennesains di Eropa. Pengaruh pemikiran Barat (modern) sangat besar dalam pemikiran Islam, sehingga kerap metodologi menjadi perdebatan. Penggunaan istilah modern atau islami pada para pemikir Islam keduanya mempunyai persinggungan yang kemudian harus disikapi.
Tidak bisa dielakkan bahwa pengaruh modernisasi yang terjadi pada tubuh Islam merupakan pengaruh Barat.

Hal tersebut dapat dilihat pada pembaharu-pembaharu Islam awal seperti misalnya Khairuddin dan Thahtahawi yang bersinggungan langsung dengan dunia Eropa. Seperti dikatakan Albert Hourani, mereka lebih melihat ide-ide pencerahan tersebut sebagai penemuan baru yang bisa diadopsi ke dalam Islam. Sebelumnya, pemikiran Islam pramodern telah melewati masa dimana corak pemikiran sekuler berkembang. 

Secara umum keadaan tersebut diakibatkan karena pemikiran Islam yang sempat stagnan. khususnya permasalahan-permasalahan baru yang tidak mampu lagi di selesaikan oleh syari’ah menjadi batu sandungan yang cukup signifikan. Syari’ah tidak lagi mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhan masyarakat yang berubah. Pemikiran islam pada awal kali berkembang merupakan pemikiran yang ortodoks. Pemikiran ini mengacu pada era khalifah hingga dinasti-dinasti Islam yang melakukan perluasan daerah Islam di kawasan Arab. Terakhir perjalanan Islam ortodoks yakni kejayaan imperium Usmani berdiri. Atas dasar itulah mengapa kemudian Islam memasuki masa modern, yakni pengadopsian kemodernan yang dibawa oleh Barat.

Ada pun islami, merupakan sikap yang didasari pada ajaran islam. Disikapi dan diaktualisasikan sesuai ajaran Islam. Semisal pada bentuk gaya hidup yang dilakukan berdasarkan ajaran Islam, maka gaya hidup tersebut akan disebut islami. Begitu pula dalam berpakaian, cara berpakaian tersebut kemudian akan dikatakan islami. Berkenaan dengan pemikiran, maka pemikiran tersebut tidak terlepas seputar berbagai bidang kajian Islam. Pemikiran kontemporer Islam bersifat islami dan bukan modern lebih dikarenakan penafsiran ulang yang dilakukan pada berbagai bidang kajian Islam. Seperti penafsiran ulang terhadap Al Qur’an, misalnya. Begitu juga Juga pengkonstrksian ulang pemikiran Islam yang dilakukan. Semuanya menjadikan pemikiran kontemporer Islam disebut islami, dan tidak modern.

Pembaharuan dalam Islam bukanlah sesuatu yang menyebabkan kemudian, para pemikir Islam disebut modern, terlepas dari rennesains yang terjadi di Eropa. Dalam Islam pembaharuan akan tetap selalu ada, mengingat Islam itu selalu sesuai pada setiap zaman dan tempat (shahih fi kulli zaman wa makan). Dengan menerima pembaharuan yang datang demi merespon tuntutan zaman bukanlah sesuatu yang menyebabkan Islam kehilangan keotentikannya. Nahdhah yang terjadi di Mesir sejatinya merupakan konstruksi atas pelbagai pemikiran Islam yang dianggap sudah tidak relevan. Adapun metodologi Barat yang datang dan diadopsi tetap menjadi barang baru dalam Islam –tidak dapat dinafikan-, namun kekhasan Islam tetap tidak ditinggalkan. Maka metodologi barat yang dianggap liberal waktu itu direkonstruksi kembali dengan tidak meninggalkan Al Qur’an dan Sunnah.

Pemikiran kontemporer pra-60 dan pasca-60 juga kembali menjadi pertanyaan apa yang menandakan zaman itu disebut dengan kontemporer. Sebelum menjawab pertanyaan ini kiranya harus dijelaskan terlebih dahulu modern dan kontemporer berdasarkan terminologinya. Keduanya sama menurut terminologi, namun tidak secara maknanya. Menurut Seyyed Hosein Nasr, ia membedakan antara modern dengan kontemporer. Modern lebih bersifat pada arus pemikiran yang tentunya tidak terkait dengan penandaan waktu, sedangkan kontemporer jelas mengarah pada periodisasi zaman yang bersifat temporal.

Modern merupakan corak pemikiran yang tentu tidak berdasarkan periodisasi waktu tertentu. Maka setiap corak pemikiran dapat dikatakan sebagai modern. Ciri akan rasionalitas dan humanisme tidak diklaim pada periodisasi waktu tertentu. Sejak zaman Yunani, mereka tentu akan mengaku sebagai masyarakat yang telah rasional dalam berpikir. Hanya saja rasionalitas yang mereka katakan berdasarkan pemahaman rasionalitas yang mereka pahami. Meskipun pada masanya masih akrab pada pengetahuan yang bersifat mitos, bukan logos, namun mereka telah menganggap pengetahuan telah cukup rasional pada zamannya. Maka modern bukan suatu bentuk pemikiran yang dibatasi oleh waktu melainkan suatu gerak pemikiran yang beyond time and space. Lain halnya ketika modern dipahami sebagai pembaharuan dalam tubuh Islam yang terjadi saat persentuhan Islam dengan Barat, sehingga merubah pemikiran Islam menjadi ke-Barat-an. Maka modern -yang dimaksud tersebut- adalah corak pemikiran yang lahir dari rennesains di Eropa .

Adapun kontemporer dibatasi pada periodisasi waktu. Disebut sebagai kontemporer, sesuai kebahasaannya, berarti kekinian, yakni zaman yang masih baru atau zaman yang belum lama berlalu. Istilah kontemporer dipahami sebagai zaman peralihan dari zaman sebelumnya, yakni klasik. Maka klasik dipahami sebagai masa yang telah lalu atau masa dimana belum tersentuh oleh pembaharuan. Oleh sebab itu, masa yang disebut sebagai kontemporer dimulai pasca-60. Dengan mengacu kembali pada sejarah pemikiran Islam, dimana persinggungan awal kali Islam dengan Barat di Mesir yang kemudian menjadi batas antara klasik dan kontemporer. 

Dalam konteks pemikiran kontemporer, corak pemikiran ini dimulai pasca-60. sedangkan pra-60 disebut kemudian sebagai pemikiran klasik. Pemikiran klasik, dalam studi sejarah dapat dipetakan sebagai perode yang masih sangat menutup diri dari adanya pengaruh luar yang bersifat pembaharuan. Dalam Islam, masa klasik ditandai dengan masa yang identik menjaga tradisi sunnah nabi dan menghindarkannya dari pemikiran-pemikiran baru yang datang. Dengan perangkat qiyas mereka menyikapi setiap permasalahan baru yang datang dikemudian hari. 

Melalui sejarah, Pra-60 ditandai malalui gerakan nahdhah (kebangkitan), yakni penentangan terhadap Barat. Gerakan ini sudah dimulai sejak Eropa mendarat di Mesir dan menggulingkan kekuasaan imperium ‘Usmani Dimulai dari politik Islamnya Tahtahawi, kemudian beralih menjadi Pan Islamenya Jamaluddin Al Afgahani dan terus dikembangkan melalui jurnal Urwah Al Wutsqa yang dilanjutkan oleh muridnya Afghani, yakni ‘Abduh dan Rasyid Ridha. Semua itu dilakukan sebagai reaksi terhadap Barat yang dianggap membawa pembaharuan, terutama pemikiran yang dianggap dapat merusak keotentikan Islam. Meskipun penentangan yang mereka lakukan berbeda antara satu dengan yang lain, seperti Tahthawi dengan politiknya, Afghani dengan orasi-orasinya, dan ‘Abduh yang melalui jalur pendidikan, namun mengusung tujuan yang sama akan penentangan terhadap Barat (Eropa). Sebenarnya penekanan masa pra-60 lebih disoroti pada Maududi yang menyongsong dan menandai masa pra-60

Sedangkan corak pemikiran yang terjadi pasca-60 telah merubah haluannya. Tidak lagi seperti yang dilakukan oleh pemikir Islam awal saat bersentuhan dengan Eropa. Corak pemikiran kontemporer lebih pada pengkonstruksian dalam berbagai bidang keislaman. Pemikiran kontemporer yang merupakan warisan kolonialisme pada dasarnya memang telah membawa perubahan yang signifikan. Tidak hanya militerisasi yang diusung, melainkan juga pencerahan. Pencerahan yang berdampak pada dunia muslim mengejawantah dalam berbagai pemikiran para pemikir muslim kemudian.

Pasca-60 dimulai oleh Sayyid Qutub di Mesir. Ia mengusung upaya kebangkitan, dan juga universalitas Islam. Ia juga mengkonstruksi kembali corak pemikiran kalam Qodariyah yang sangat bersebrangan dengan kepercaayaannya sebagai seorang Asy’ariyyah. Setelah itu muncul Imam khomeini dengan Wilayah Al Faqihnya, dan pemikirannya yang berkenaan denan konsep Imamah. 

Lalu dilanjutkan kemudian oleh Ali Syari’ati yang bermain dalam ranah politik, yang mengusung Islam sebagai ideologi negara. Filsafat Barat yang ia geluti, dan yang terakhir ia berusaha mensintesakan pemikiran Sunni dan Syi’ah. Begitu pula Fazlur Rahman yang pemikirannya masih hanat diperbincangkan. Ia banyak disebut oleh kaum cendekia sebagai neomodernis. Ia berkonsentrasi pada Islam dan kesejarahan. Lalu permasalahan yang berkenaan dengan Hermeneutika Al Qur’an dan juga pedagogi Islam.

Sederet tokoh kontemporer tersebut membuat kesimpulan akan tradisi yang berbeda dibanding pada masa pra-60. Mereka secara berkala intens dalam mengkonstruksi pemikiran Islam dalam berbagai isu yang lebih relevan.

Corak pemikiran yang kentara antara pemikiran Sunni dan Syiah, dalam hal ini lebih pada bidang kajian Islam itu sendiri. Secara sederhana, kecenderungan antara keduanya sudah dapat dipetakan. Seperti Sunni yang lebih pada tekstualis dalam menyikapi segala permasalahan agama dengan menafikan rasionalitas. Mereka meyakini akan Al-Qur’an dan Sunnah yang ditinggalkan Nabi sebagai pedoman hidup dan menerima apa adanya tanpa harus dilakukan perubahan yang bagi mereka hanya akan menghilangkan makna agama yang sebenarnya. Sedangkan Syi’ah yang mendasarkan agama pada rasionalitas lebih mengacu pada nalar yang dimiliki manusia, yang pasti tidak meninggalkan Al Qur’an dan Sunnah sebagai dasar hukum.  Kaum Syi’ah meyakini bahwa rasio –dalam arti yang sebenarnya- mampu membimbing manusia tanpa adanya doktrin sebelumnya.

Secara umum, para pemikir kontemporer Islam yang dilakukan oleh pemikir Sunni lebih mengena pada pemurnian aqidah, yakni pengembalian keotentikan Al-Qur’an dan Sunnah Nabi. Arus modernisasi yang diadopsi ke tubuh Islam diyakini telah menghilangkan keotentikan Islam itu sendiri. Meskipun mereka menjadi wacana kekinian, tetapi pemikiran mereka tetap menentang pembaharuan yang ada dalam tubuh Islam seperti yang dilakukan pada masa prakontemporer. Pengklaiman bid’ah bagi segala yang dianggap melenceng dari agama. 

Apa yang dilakukan oleh Al Ghazali terhadap penggunaan rasionalitas dalam berbagai bidang keilmuan telah menyebabkan keterpurukan di sunia sunni hampir satu abad lamanya -800 tahun-. Penyeranganya akan filsafat sebagai bidang keilmuan rasional yang dapat menggoyangkan aqidah seseorang telah mematikan perkembangan ilmu pengetahuan yang ada dalam dunia Sunni. Meskipun dikemudian hari Ibn Rusyd berusaha mengembalikan filsafat kembali ke permukaan, namun sepertinya tidak membawa pengaruh yang signifikan dalam dunia Sunni.

Selain itu, pemikiran yang banyak menjadi perdebatan adalah seputar khilafah. keyakinan akan masalah kepemimpinan yang dianggap telah diserahkan penuh pada manusia, menjadi keidentikan dalam pemikiran Sunni. Di sini jelas terlihat penafian sisi sakralitas akan kepemimpinan. Bidang tersebut dalam agama hanya dipertegas pada tataran praksis. Begitu pula dalam beberapa masalah lainnya yang berhubungan langsung dengan masalah sosial, sakralitanya kerap dinafikan.
Sedangkan dalam Syi’ah yang lebih mengandalkan rasio sebagai anugerah yang paling besar kepada manusia, pada corak pemikirannya lebih mengarah pada pendekonstruksian agama. Pendekonstruksian di sini bukan sekedar melakukan perubahan, melainkan demi menjawab tantangan zaman. Agama yang diyakini shahih fi kulli zaman wal makan menjadi pijakan dasar akan pengkajian Islam yang kontinuitas, yakni disesuaikan dengan tuntutan zaman. 

Hukum normatif yang tidak sesuai dengan zamannya dikonstruksi kembali. Setidaknya ini dilakukan oleh orang yang capable pada bidangnya, yakni legislatif. Legislatif yang berada dalam ranah pemerintahan, yang melakukan dekonstruksi dalam ranah keagamaan, maka menjadikan pemerintahan bersifat Ilahi. Itulah mengapa keyakinan mereka akan masalah kepemimpinan yang berstatus Ilahi ditekankan –diperjelas-. Lagi-lagi tidak melenceng dari sejarah yang ada bahwa kepemimpinan pascaNabi telah diwarisi pada yang kemudian diakui sebagai Imam-imam dalam Syi’ah.

Begitupula dalam perkembangan pemikiran yang bertolak belakang dari dunia Sunni. Saat penyerangan Al Ghazali terhadap filsafat, sehingga menyebabkan kejumudan di dunia Sunni, maka tidak di dunia Syi’ah. Perkembangan filsafat dan ilmu-ilmu rasional lainnya berkembang pesat. Begitupula tasawuf yang tidak lepas dari sisi rasinalitasnya sehingga muncul kemudian apa yang disebut sebagai tasawaf falsafi, yang berbeda dari tasawuf sunnni. 

Hal ini dapat dibuktikan ketika Shadr Muta’allihin mensintesakan tradisi filsafat yang ada sebelumnya menjadi sebuah karya monumental Asfar Al ‘Arba’ah, yakni penyatuan antara tradisi masya’iyyah, isyraqiyyah, dan harakah jawhariyahnya. Begitu pula yang dilakukan oleh berbagai pemikir kontemporer syi’ah di kemudian hari. Seperti Sayyed Hosein Nasr yang intens dalam bidang filsafat dan tasawuf. 

Mengenai penglaiman terhadap para pemikir kontemporer sebagai pemikir liberal tidak sertamerta bisa dijustifikasi begitu saja. Liberal merupakan istilah yang tidak pernah jelas, dalam artian tidak pernah ada kesepakatan pada arti liberal yang sebenarnya. Setiap orang punya penafsiran berbeda tentang definisi liberal. Kalaulah kita melihat fenomena JIL yang sedang mencuat di Indonesia, tentu mereka akan mempubnyai pengklaiman yang berbeda pula tentang apa sebenarnya liberal.

Pembahasan mengenai liberal setidaknya harus dilihat melalui basis epistemologis yang akhirnya baru dapat diklaim apakah seseorang disebut sebagi liberal atau tidak. Liberal merupakan ciri kahas dimana kebebasan akal dipacu dengan sebebas-bebasnya. Kalulah ini yang dimaksud sebagai liberal, maka hampir semua pemikir kontemporer Islam seperti Ali Syari’ati, Nasr Hammid Abu Zaid, Mohammad Arkoun, dan bahkan para filsuf klasik masuk dalam kategori pemikir liberal. 

Dalam pemikiran Islam, Al Qur’an dan Sunnah menjadi ciri khas akan corak pemikiran tersebut. Disini menjadi jelas bahwa selama corak pemikirannya masih berdasarkan Al Qur’an dan Sunnah, maka tidak ada penyebutan liberal. Lebih jelas lagi ketika predikat Islam telah disandangkan pada para pemikir kontemporer, sudah berarti ia tidak lagi dikatakan liberal. Mengingat pemikirannya masih berdasarkan pada dua ajaran normatif Islam tersebut, maka yang dimaksud liberal adalah tokoh yang pemikirannya melencenga jauh dari Al Qur’an dan Sunnah. 

Kalaulah pemikir Islam seperti Ulil Abshar sebagai tokoh yang mengemuka pada JIL, dalam berbagai pemikirannya tidak lagi berdasarkan pada Al Qur’an dan Sunnah, ia baru bisa disebut sebagai liberal. Namun nyatanya, dalam berbagai kajian pemikirannya tetap pada seputar kajian keislaman dan masih bersandar pada Al Qur’an dan Sunnah. Menjadi jelas bahwa ia tidak bisa dikatakan sebagai pemikir liberal.
Di sini saya berpendapat bahwa tidak ada pemikir kontemporer Islam yang liberal. Sebelum menjustifikasi haruslah dahulu kita mengerti akan liberal dalam pemaknaan sesungguhya. Islam merupakan tubuh yang satu. Secara umum, dengan dua sumber ajaran Tuhan –Al Qur’an dan Sunnah- menjadi jelas bahwa kita bukan dari bagian yang berbeda-beda. Perbedaan yang terjadi bukan menjadikan kita ‘ummat mutafarriqah’ melainkan menjadi kekayaan dalam tubuh Islam sendiri. Selama Islam masih berpegang pada Al Qur’an dan Sunnah maka ia merupakan Ummah Wahidah. Maka janganlah mudah mengklaim terhadap sesuatu yang menyebabkan kita “masuk dalam rumusan-rumusan kotak yang menyusahkan”. 

Pembahasan yang terakhir ini, saya akan mengangkat seorang tokoh yang diklai sebagai muslim liberal Iran, yakni Abdul Karim Soroush.

Biografi

Ia lahir di Tehran selatan pada 1945. sejak dini, Abdul Kari Soroush –pemikir kita ini- sudah mendapatkan pendidikan keagamaan bersamaan dengan pendidikan umum. Ia memulai pendidikan sekolah menegehnya di sekolah menenganh Murtazawi dan juga di sekolah menengah ‘alawi. Di sekolah menengah ‘alawi inilah ia memeroleh pelajaran-pelajaran di bidang syari’at dan taf sir Al Qur’an. Dia beruntung sekolah di sekolah menengah ‘alawi karena sekolah ini didirikan oleh dua orang ulama yang memang memiliki concern untuk bisa melahirkan orang-orang yang ,enguasai bidang ilmu-ilmu modern maupun bidang ilmu-ilmu keaagamaan, termasuk kesalehan dan komitmen kepada masyarakat. Salah seorang diantaranya, Reza Rouzbeh, memeng adalah lulusan universitas sekaligus juga madrasah di Khum

Lepas dari sekolah menengah, Soroush pun memasuki unversitas Tehran. Ia sempat mencari Murtadha Muthahhari untuk mengajarinya Filsafat Islam. Namun karena keterbatasan waktu, Muthahari merekomendasikan seorang ulama unutk mengajari Soroush. Ia banyak mengikuti berbagai seminar yang dilakukan oleh berbagai tokoh prarevolusi seperti Murtadha Muthahhari dan Ali Syariati. 

Sebelum akhirnya kegiatan ini dihgentikan oleh Syah karena dikhawatirkan pada kemampuannya untuk menggerakan kaum muda Iran. Setelah menjalani karier di berbagai bidang yang profan seerti fisika dan farmasi, Soroush melanjutkan studinya Chelsea College di London untuk belajar filsafat sejarah dan Sains selama lima tahun eropa ketika itu sedang berejolak perlawanan terhadap Syah. Ia aktif pada suatu kegiatan keagamaan (Imam Barah) di London Barat.

Pascarevolusi, Soroush kembali ke Iran. Ia kemudian bergabung dengan college pelatihan guru di Teheran yang di dalamnya dia ditunjuk sebagai direktur. Karena perbedaan dengan pihak College ia minta dipendahkan ke lembaga riset dan kajian kebudayaan yang di dalamnya ia menjadi seorang anggota peneliti, hingga hari ini. Hingga saat ini, selain terpusat di lembaga kajiannya ia banyak mengisi kuliah kuliah di berbagai tempat. 

Telah banyak karya-karya Soroush yang dihasilkan kemudian, diantaranya Sifat Dinamis Alam Semesta, yang isinya adalah tentang Al Harakah Al Jawhariyah atau gerak subtansial. Di dalamnya ia banyak berbicara tentang Filsafat Islam. Ilmu Pengetahuan dan Nilai Selain pada Mulla Shadra, ia banyak terpengaruh pada Syaikh Kasyani, Hafiz, dan Rumi –yang terakhir ini kelak menjadi minat lestari Soroush

Pemikiran

Banyak pemikiran yang dilahirkan oleh Soroush. Di sini saya akan mengambil satu ide Soroush yang berkenaan dengan teori penyusutan dan pengembangan interpretasi agama yang menjadi kontribusi besar bagi pemikiran Islam.

Dalam penjelasannya mengenai teori penyusutan dan pengembangan interpretasi agama, ia menjelaskan bahwa teori ini mendasar pada interpretasi epistemologi yang ada pada tiga bidang keilmuan, yakni kalam (teologi Islam), ushul fiqh (logika terapan dalam yurisprudensi agama), dan ‘irfan (dimensi esoteris Islam).

Pertama, teori ini adalah bagian dari ilmu kalam sebab berhubungan dengan teologi dan juga karena teori ini menjelaskan kadar sejauh mana asumsi dan espektasi dari agama –Islam-. 

Kedua, teori ini adalah bagian dari ilmu ushul fiqh karena secara terperinci menjelaskan ilmu-ilmu yang dibutuhkan oleh hukum agama -fiqh- untuk menarik kesimpulan secara metodis. Teori ini menjelaskan pengaruh asumsi implist dan eksplisit faqih mengenai bentukl dan proses pengeluaran fakta agama dan pemahaman yurisprudensi. Disamping itu, teori ini juga menjelaskan anggapan tentang konsep ‘teks yang jelas’ dan alasan mengapa putusan khusus menyaratkan adanya putusan umum. Dan tingkat pengaruh teologi pada hukum fiqh. 

Ketiga, teori ini adalah bagian dari ‘irfan, sebab teori ini menjelaskan syari’at, tarekat, dan hakikat sebagai tiga aspek agama, yang masing-masing pantas menjadi satu bidang khusus dan mewarisi perspektif yang unik.

Menurut interpretasi teori ini, kategori muhkam dan mutasyabih –baik dalam Al Qur’an, Sunnah, maupun sejarah - tidak akan selamanya ambivalen, yakni selalu berubah kedudukannya. Dalam masalah ini, dikemukakan bahwa setiap berdirinya yang jelas ataupun yang tersirat, selalu bergantung pada legitimasi yang ada. Dengan begitu, teori interpretasi personala yang berubah-ubah terhadap tradisi agama menjadi valid. Isu ini semakin suram ketika ternyata diselidiki lebih dalam adalah karena ketiadaan teori epistemologi. Sehingga pendapat pribadi yang terbatas mempuyai legitimasi untuk bergerak menuju solusi problem.

Teori penyusutan dan pengembangan interpretasi agama bukan saja menyelaraskan kategori kebakaan dan perubahan temporal, tradisi dan modernitas, ukhrawi dan duniawi, akal dan wahyu, melainkan juga menyelaraskan unsur-unsur murni dan potensi dari ilmu agama –yang merupakan tujuan dari kaum revivalis dan reformis- dan menyajikan interpretasi keduanya secara logis. Selain memecahkan masalah di bidang teologi –kalam-, teori penyusutan dan pengembangan aktif bekerja pada isu-isu epistemologi.

Sebenarnya masih banyak lagi sumbangsih pemikiran yang diberikan oleh tokoh yang satu ini. Diantaranya permasalahan Filasafat Islam dan Etika yang menjadi sorotannya. Namun karena keterbatasan pemakalah untuk menyajikannya secara komperhensif dikarenakan keterbatasan waktu, maka hanya ini yang dapat saya tulis.

AHMADIYAH SEBAGAI ALIRAN SESAT DAN KONFLIK YANG DITIMBULKANNYA


BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
       Sebagai negara dengan jumlah agama yang beragam, Islam merupakan agama yang mendominasi di Indonesia, Bahkan terbesar di Asia karena Indonesia didukung oleh jumlah penduduk yang besar, lebih dari 250 juta jiwa yang mayoritas beragama Islam.
Sebagai negara Pancasila,asas toleransi terhadap agama lain harus ditanamkan sejak dini.Namun yang masih banyak dipertanyakan, Agama apa yang benar?Hans Kung,seorang profesor teologi Katolik, memaparkan adanya empat posisi dalam soal kebenaran agama : (1) semua agama adalah salah, ini adalah posisi kaum ateis. (2) Hanya satu agama yang benar, ini adalah posisi Katolik tradisional.(3) Semua agama adalah benar.Jika semua agama benar, padahal
faktanya, agama-agama itu berbeda, maka agama yang mana yang dianggap benar. Lebihpelik lagi, ketika mendefinisikan apa yang disebut dengan agama itu sendiri. (4) Satu agama adalah yang benar dan semua agama berperan dalam kebenaran satu agama.Gagasan ini cenderung mengarah pada sinkretitasi atau pembentukan agama baru yang berbeda dengan agama yang ada. “Itu artinya tidak semua yang ada dalam agama-agama dunia adalah sama besarnya dan baiknya;ada juga bagian-bagian dalam keimanan dan tradisi dalam ritus serta amalan keagamaan, struktur lembaga dan kekuasaan, yang tidak benar, tidak baik.”[1]
 Sebagai Negara dengan jumlah penduduk Islam terbanyak,tentunya sulit untuk  menyatukan golongan-golongan yang mengaku beragama Islam. Namun, bukan hanya itu,aliran sesat semakin merajalela di Indonesia.Contohnya saja agama Salamullah yang dibawa oleh Lia Eden,Kelompok Syiah,Ahmadiyah,LDII,dan masih banyak lagi.Tak jarang,sering terjadi pecah konflik setiap ada aliran baru yang di anggap menyimpang,terutama di Indonesia.
1.Adian Husaini,”Wajah Peradaban Barat”(Jakarta:Gema Insani,2005),hal.363      
Pada kasus yang sempat menggemparkan dunia dan negara lain adalah munculnya Aliran Ahmadiyah di Indonesia.Di mana aliran ini termasuk dalam Islam Pluralisme.Ia menggabungkan beberapa ajaran agama seperti Kristen,Hindu,dan Budha.Hadirnya Ahmadiyah merupakan suatu tantangan bagi pemerintah.Konflik melawan pengikutnya menimbulkan korban dan kerugian yang tidak sedikit.
Berdasarkan hal tersebut,kami mengangkat judul dalam makalah ini “AHMADIYAH SEBAGAI ALIRAN SESAT DAN KONFLIK YANG DITIMBULKANNYA”
                                                                 
1.2.Rumusan Masalah:
Adapun masalah yang akan kita bahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.Bagaimana latar belakang  Ahmadiyah?
2.Bagaimana Tanggapan masyarakat terhadap Ahmadiyah?
3.Bagaimana dampak dari segala perlawanan terhadap Ahmadiyah?
1.3.Tujuan Penulisan:
1.Menjelaskan latar belakang  Ahmadiyah
2.Menjelaskan tanggapan masyarakat terhadap Ahmadiyah
3.Menjelaskan dampak dari segala perlawanan terhadap Ahmadiyah
Jemaat Ahmadiyah adalah suatu gerakan dalam Islam yang didirikan oleh Hazrat Mirza Ghulam Ahmad as. pada tahun 1889, atas perintah Allah Ta'ala. Ahmadiyah bukanlah suatu agama. Agamanya adalah ISLAM. Jemaat Ahmadiyah menjunjung tinggi Kalimah Syahadat "Laa ilaha Illallah, Muhammadur-rasulullah". Jemaat Ahmadiyah bersaksi bahwasanya tiada tuhan melainkan Allah dan Muhammad itu adalah rasul Allah.
Jemaat Ahmadiyah menjunjung tinggi kitab suci Al-Quran sebagai Kitab Syariat terakhir yang paling sempurna, hingga kiamat. Ahmadiyah menjunjung tinggi Sayyidina Muhammad Mustafa Rasulullah shallallahu alaihi wa'aalihi wassallam sebagai Khataman-nabiyyiynyang merupakan penghulu dari sekalian nabi dan nabi yang paling mulia. Beliau adalah nabi pembawa syariat terakhir. Penutup pintu kenabian tasyri'i. Tidak ada lagi nabi pembawa syariat baru sesudah Rasulullah saw.
Nama Ahmadiyahberasal dari nama sifat Rasulullah saw. -- Ahmad (yang terpuji). Yakni yang menggambarkan suatu keindahan/kelembutan. Zaman sekarang ini adalah zaman penyebar-luasan amanat yang diemban Rasulullah saw. dan merupakan zaman penyiaran sanjungan pujian terhadap Allah Ta'ala. Era penampakkan sifat Ahmadiyah Rasulullah saw.. (Da'watul Amir, M.Bashiruddin Mahmud Ahmad, edisi terj.Bhs.Indonesia, 1989,h.2)
 Jemaat Ahmadiyah adalah Yuhyiddiyna wayuqiymus-syariah. Menghidupkan kembali agama Islam, dan menegakkan kembali Syariat Qur'aniah.Dalam arti yang lebih mendalam adalah untuk menghimbau ummat manusia kepada Allah Ta'ala dengan memperkenalkan mereka sosok sejati Rasulullah saw., dan menciptakan perdamaian serta persatuan antar berbagai kalangan manusia. Ahmadiyah berusaha menghapuskan segala kendala yang timbul karena perbedaan ras dan warna kulit sehingga umat manusia dapat bersatu dan mengupayakan perdamaian semesta.
2.2.TANGGAPAN MASYARAKAT TERHADAP AHMADIYAH
Hadirnya Ahmadiyah menimbulkan konflik dimasyarakat.Dimana konflik  menurut Joyce Hocker adalah hal yang abnormal karena hal yang normal ialah keselarasan.[2],sehingga timbul aksi  yang dilakukan oleh oknum non Ahmadiyah,antara lain :
1.Melakukan Perlawanan
    a. Masyarakat melakukan perlawanan terhadap Ahmadiyah. Hal ini disebabkan karena ajaran-ajaran yang di sampaikan oleh para muballigh Jema’ah Ahmadiyah, dinilai mengganggu ajaran Islam sebagaimana yang dipahami masyarakat Kuningan. Mereka meyakini bahwa Ahmadiyah melakukan penodaan terhadap ajaran Islam, menyimpang dan bahkan telah sesat dan menyesatkan. Masyarakat Kuningan terutama tokoh agama pengawal ajaran agama Islam di Kuningan, menolak secara tegas ajaran tersebut.
   b. Contoh lain adalah Kejadian Beberapa rumah warga Ahmadiyah di Cisalada, Bogor, yang dibakar oleh ratusan massa pada Jumat malam (1/9). Tidak hanya itu, sebuah masjid tempat Jemaah Ahmadiyah menjalankan ibadah pun hangus terbakar. Kendaraan milik warga, seperti motor dan mobil, tidak luput dari keberingasan para penyerang yang tidak bertanggung jawab ini.[3]                     
2.Melakukan pengkajian sehubungan dengan ajaran Ahmadiyah
            Sehubungan dengan ajaran Ahmadiyah,masyarakat menyimpulkan bahwa ajaran Ahmadiyah itu telah mengajarkan :
1. Penodaan Agama oleh Ahmadiyah dengan Nabi Palsunya Mirza Ghulam Ahmad (1835-1908M). Mirza Ghulam Ahmad mengaku diutus Allah (sesudah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam):
  نَّا اَرْسَلْنَا اَحْمَدَ اِلَى قَوْمِهِ فَاَعْرَضُوْا وَقَالُوْا كَذَّابٌ اَشِرٌl

"Sesungguhnya Kami mengutus Ahmad kepada kaumnya, akan tetapi mereka berpaling dan mereka berkata: seorang yang amat pendusta lagi sombong" (Tadzkirah, halaman 385).
Jika dibandingkan dengan ayat Al-Qur’an:
إِنَّا أَرْسَلْنَا نُوحًا إِلَى قَوْمِهِ أَنْ أَنْذِرْ قَوْمَكَ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَأْتِيَهُمْ عَذَابٌ أَلِيم
"Sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya (dengan memerintahkan): “Berilah kaummu peringatan sebelum datang kepadanya azab yang pedih”(QS Nuh:1).
Dalam Tadzkirah itu, Mirza Ghulam Ahmad berdusta, mengatasnamakan Allah telah mengutus Ahmad (yaitu Mirza Ghulam Ahmad) kepada kaumnya. Mirza Ghulam Ahmad telah berdusta, mengangkat dirinya sebagai Rasul utusan Allah, disejajarkan dengan Nabi Nuh as yang telah Allah utus. Hingga di ayat-ayat buatan Mirza Ghulam Ahmad dibuat juga seruan dusta atas nama Allah agar Mirza Ghulam Ahmad membuat perahu.
2. Mirza Ghulam Ahmad mengaku diutus Allah untuk seluruh manusia (sesudah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam):
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللهَ فَاتَّبِعُوْ نِىْ يُحْبِبْكُمُ اللهُ  – وَقُلْ يَآاَيُّهَا النَّاسُ اِنِّى رَسُوْلُ اللهِ اِلَيْكُمْ جَمِيْعًا
Artinya: “Katakanlah (wahai Ahmad): Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah akan mengasihimu – dan katakanlah: “Hai manusia sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu semua”. (Tadzkirah hal: 352)
Ayat-ayat ini adalah rangkaian dari beberapa ayat suci Al-Qur’an, yaitu surat Ali Imran 31 dan surat Al-A’raf 158.
Semua ayat ini dibajak dengan perubahan, penambahan, dan pengurangan, lalu dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam Kitab Suci Ahmadiyah “TADZKIRAH”.
3. Ghulam Ahmad membajak ayat-ayat Al-Qur’an tentang Nabi Isa as namun dimaksudkan untuk diri Mirza.
وَ لِنَجْعَلَهُ اَيَةً لِّلنَّاسِ وَرَحْمَةً مِّنَّا وَكَانَ اَمْرًامَقْضِيًّا يَاعِيْسَى اِنِّى مُتَوَفِّيْكَ وَرَافِعُكَ اِلَىَّ وَ مُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا وَجَاعِلُ الَّذِيْنَ اتَّبَعُوْكَ فَوْقَ الَّذِيُنَ كَفَرُوْا اِلَى يَوْمِ الْقِيَامَةِ ثُلَّةٌ مِنَ اْلاَوَّ لِيْنَ وَثُلَّةٌ مِنَ اْلآَخِرِيْنَ 
Artinya:“Dan agar Kami dapat menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami, dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan - Wahai Isa, sesungguhnya Aku akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku dan mensucikanmu dari orang-orang yang kafir dan menjadikan orang-orang yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat - Yaitu Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu, dan segolongan besar (pula) dari orang yang kemudian”. (Tadzkirah hal: 396)
Ayat-ayat ini adalah rangkaian dari beberapa ayat suci Al-Qur’an, yaitu surat Maryam ayat 21, Ali Imran ayat 55, dan Al-Waqi'ah ayat 39-40.
Semua ayat ini dibajak dengan perubahan, penambahan, dan pengurangan, lalu dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam Kitab Suci Ahmadiyah “TADZKIRAH”.
4. Ahmadiyah Memiliki Kitab Suci sendiri namanya Tadzkirah, yaitu kumpulan wahyu suci (wahyu muqoddas). Mirza Ghulam Ahmad mengaku diberi wahyu Allah:
اِنَّ السَّمَوَاتِ وَالاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا-  قُلْ اِنَّمَا اَناَ بَشَرٌ يُّوْحَى اِلَيَّ َانَّمَآ اِلَهُكُمْ اِلَهٌ وَاحِدٌ
Artinya: “Bahwasanya langit dan bumi itu keduanya adalah sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya – katakanlah sesungguhnya aku (Ahmad) ini manusia, yang diwahyukan kepadaku bahwasannya  Tuhan kalian adalah Tuhan yang Maha Esa”. (Tadzkirahhalaman: 245)
Ayat-ayat buatan Mirza Ghulam Ahmad itu dicomot dari sana-sini dengan mengadakan pengurangan dari ayat-ayat suci Al-Qur’an, dan penyambungan yang semau-maunya yaitu surat Al-Anbiya’ ayat 30 dan surat Al-Kahfi ayat 110.
أَوَلَمْ يَرَالَّذِيْنَ كَفَرُوْآ أَنَّ السَّمَوَاتِ وَالاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنَاهُمَا
Artinya: “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya”. (Qs Al-Anbiya: 30).
قُلْ اِنَّمَآ اَناَ بَشَرٌ مِثْلُكُمْ يُوْحَى اِلَيَّ أَ نَّمَآ اِلَهُكُمْ اِلَهٌ وَاحِد
Artinya: “Katakanlah: “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang manusia seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan Yang Esa”. (Qs. Al-Kahfi: 110).   
Semua ayat ini dibajak dengan perubahan maksud, pengurangan, lalu dirangkaikan menjadi ayat-ayat dalam Kitab Suci Ahmadiyah “TADZKIRAH”. Ketika ayat Al-Qur’an bicara qul (katakanlah) di situ maksudnya adalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Sehingga manusia yang diberi wahyu dalam ayat Al-Qur’an itu adalah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Namun secara licik, Mirza Ghulam Ahmad telah memlintir maksud ayat Al-Qur’an itu ketika dia masukkan ke dalam apa yang dia klaim sebagai wahyu untuk dirinya, maka manusia yang diberi wahyu itu adalah Mirza Ghulam Ahmad. Ini jelas-jelas Mirza Ghulam Ahmad telah berdusta atas nama Allah Subhanahu wa Ta'ala, sekaligus menyelewengkan dan menodai kitab suci umat Islam, Al-Qur’anul Karim, dengan cara keji.
5. Merusak aqidah/keyakinan Islam:
a. Mirza Ghulam Ahmad mengaku bahwa Allah itu berasal dari Mirza Ghulam Ahmad
اَنْتَ مِنِّىْ وَاَناَ مِنْكَ  
"Kamu berasal dari-Ku dan Aku darimu" (Tadzkirah, halaman 436).
b. Mirza Ghulam Ahmad, mengaku berkedudukan sebagai anak Allah. Ini Allah dianggap punya anak:
اَ نْتَ مِنِّى بِمَنْزِلَةِ وَلَدِىْ
"Kamu di di sisi-Ku pada ke-dudukan anak-Ku" (Tadzkirah halaman 636).
6. Menganggap semua orang Islam yang tidak mempercayai Mirza Ghulam Ahmad sebagai Rasul adalah musuh. Kitab Tadzkirahhalaman 402:
سَيَقُوْلُ الْعَدُوُّ لَسْتَ مُرْسَلاً
"Musuh akan berkata: kamu (Mirza Ghulam Ahmad) bukanlah orang yang diutus (Rasul)" (Tadzkirahhalaman 402)
7. Selain golongannya maka dianggap kafir dan dilaknat.
 Tadzkirah, halaman 748-749:
لَعْنَةُ اللهِ عَلَى الَّذِىْ كَفَرَ
"Laknat Allah ditimpakan atas orang yang kufur."
َانْتَ اِمَامٌ مُّبَارَكٌ لَعْنَةُ اللهِ عَلَى مَنْ كَفَرَ
"Kamu adalah Imam yang di-berkahi, Laknat Allah ditimpa-kan atas orang yang kufur."
بُوْرِكَ مَنْ مَّعَكَ وَمَنْ حَوْلَكَ.
"Kamu adalah Imam yang di-berkahi, Laknat Allah ditimpa-kan atas orang yang kufur."
8. Memutar balikkan ayat-ayat Al-Qur’an. Contohnya:
تَبَّتْ يَدَآ اَبِيْ لَهَبٍ وَّتَبَّ مَاكَانَ لَهُ اَنْ يَّدْخُلَ فِيْهَا اِلاَّ خَائِفًا
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa - Dia itu tidak masuk ke dalamnya (neraka), kecuali dengan rasa takut." Di dalam Al-Qur’an, bunyi ayatnya:
تَبَّتْ يَدَا أَبِي لَهَبٍ وَتَب مَا أَغْنَى عَنْهُ مَالُهُ وَمَا كَسَب
"Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa. Tidaklah berfaedah kepadanya harta bendanya dan apa yang ia usahakan" (Qs Al-Lahab: 1-2).Paham ini adalah bentuk Pluralisme;paham yang memadukan agama-agama yang berbeda,dibuktikan dengan pernyataan bahwa MirzaGulam Ahmad adalah Nabi terakhir,Almahdi,Almasih,Krisna yang ditunggu-tunggu.Jelas sekali Ahmadiyah ini telah menyimpang bagi agama Islam dan yang lainnya.[4]
3.Meminta agar Ahmadiyah di bubarkan dan tidak diijinkan di Indonesia
Contoh Konflik yang terjadi adalah Ratusan orang yang tergabung dalam ormas Islam di Cianjur, Jabar, Senin, datangi kantor Bupati Cianjur, menuntut ketegasan pemerintah daerah untuk membubarkan Jemaah Ahmadiyah Cianjur yang terjadi pada 6 Mei 2013.
            Pengujuk rasa yang terdiri dari Fron Pembela Islam (FPI) dan Gerakan Muslim Penyelamat Akhlak (Gempa) itu, menilai Jemaah Ahmadiyah di Cianjur dan Indonesia, jelas-jelas telah melanggar SKB 3 menteri, dengan tetap melakukan aktifitas keagamaan[5]
4.Melakukan aksi kekerasan terhadap pengikut Ahmadiyah
Aksi kekerasan yang dilakukan oleh sejumlah oknum antara lain  Perusakan Masjid Nurhidayah milik jemaah Ahmadiyah di Kabupaten Cianjur oleh 200-an orang, Jumat, 17 Februari 2012.
selain itu Pada 6 Februari 2011, ribuan orang menyerang warga Ahmadiyah Cikeusik, Pandeglang.  Tiga anggota Ahmadiyah meninggal, sementara rumak milik Ahmadiyah hancur dirusak massa.
 Kasus lain adalah pada 4 April 2011, Masjid Al-Mubarok milik Ahmadiyah di Kampung Sindang Barang, Kelurahan Sindang Barang, Kecamatan Bogor Barat, disegel oleh Pemerintah Kota Bogor. Tindakan penyegelan setelah sebelumnya ratusan massa memprotes keberadaan masjid Ahmadiyah.[6]
1.3.DAMPAK ALIRAN SESAT AHMADIYAH
a. peristiwa kekerasan yang dilakukan sekelompok orang, cara penanganan peristiwa-peristiwaoleh aparat keamanan dan pemerintahserta framing mediamassa dalam melaporkan insiden kekerasan terhadap Ahmadiyah masyarakat membuatpola komunikasi sosial anggota Ahmadiyah menjadi lebih rahasia, tapi aktif -konsolidatif internal.
b. Masyarakat muslim yang tidak simpati terhadap tindakan polisi yang memihak ini bisa mengeluarkan reaksi yaitu mereka bisa meninggalkan agama Islam. Mereka bisa mengalih ke agama lain. Kalau hal ini terjadi/sedang terjadi, maka senjata api polisi itu tidak ada artinya.
c. Korban berjatuhan akibat serangan dari oknum anti-ahmadiyah serta kerugian materi yang tidak sedikit.
KESIMPULAN
Dalam penelitian ini dapat disimpulkan pertama, secara empirik dampak yang telah terjadi akibat sikap pemerintah terhadap Ahmadiyah, semakin menguatkan sikap kolonisasi dari kelompok non Ahmadiyah. Dan Ahmadiyah semakin sempit untuk mempertahankan eksistensinya sebagai sebuah keyakinan yang sudah cukup banyak umat tersebar di berbagai daerah termasuk di Manislor Kuningan. Kedua, adanya pendekatan sosialisasi keagamaan yang lebih mengedepankan nilai “kemutlakan” keyakinan yang dianut secara berlebihan, dengan menafikan kebenaran keyakinan lain, dan cenderung memiliki kontribusi terhadap sikap intoleransi di kalangan umat. Akibatnya derajat konflik keagamaan menjadi tinggi.  
Dengan demikian, perbedaan pandangan keyakinan dalam agama menjadi potensi dalam melahirkan konflik dan berakibat tidak adanya transformasi internal elemen-elemen doktrin teologis yang diyakini masing-masing kelompok keagamaan. Termasuk kegagalan tokoh agama dalam membahasakan visinya, sehingga meletakkan posisi agama sumber radikalisasi yang mengkooptasi massa untuk menolak yang berbeda pandangan.
Kemudian tidak adanya instrument yang disepakati oleh para pihak yang berkonflik. Setiap masing-masing kelompok menggunakan standar atau normanya sendiri-sendiri. Satu berpegang dengan standar normatif agama yang doktriner, sementara pihak lain menggunakan standard hak asasi manusia terutama Ahmadiyah dan pembelanya. Dan tidak ada upaya partisipasi yang kuat dari kedua belah pihak untuk merusmuskan instrumen yang disepakati
Pembedaan Ahmadiyah dan non Ahmadiyah telah memperlihatkan keajegan dalam membawa kecendrungan konflik horizontal yang semakin menunjukkan fluktuasi “kekerasan” yang bernuansa agama semakin kentara. Kemudian kebijakan keagamaan tentang Ahmadiyah telah memberi implikasi pada instrumentalisasi agama serumit saat ini.