Jumat, 14 Oktober 2016

Pemikiran Modern Dalam Islam (PMDI) al-Tahtawi

Oleh.Drs.H.Mutawalli,M.Pd.I
PENDAHULUAN
            Dalam perkembangannya Mesir merupakan kota yang beragam akan sejarah, dari mulai sejarah fir’aun hingga munculnya tokoh-tokoh pembaharu disana untuk memajukan dan meningkatkan kualitas kota Mesir tersebut. Kemajuan Mesir banyak dipengaruhi oleh pikiran-pikiran pembaharu yakni dari mulai pemikirannya napolen hingga muhammad Abduh dan murid-muridnnya.
            Awalnya Napoleh datang ke mesir untuk menduduki kota tersebut tapi karena kejadian tersebut mesir dapat pengetahuan-pengetahuan baru dari negara eropa tempat tinggal Napoleon tersebut. Kita tahu bahwa Muhammad Ali merupakan pembahuru yang sangat berpengaruh dalam gerakannya di Mesir tapi disini kami bukan menjelaskan pemikiran pembaharu Napoleon ataupun Muhammad Alli. Disini kami akan sedikit menjelsakan segala sesuatu yang berkaitan dengan tokoh pembaharu islam yang tidak kalah terkenalnya dengan Napolen maupun Muhammad Ali yakni Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahtawi.
            al-Tahtawi merupakan pembawa pemikiran pembaharu yang sangat berpengaruh di pertengahan pertama dari abad ke 19, dalam gerakan pembaharuan Muhammad Ali, al-Tahtawi sangat memainkan perannya dalam gerakan tersebut.
            Untuk memenuhi tugas dari mata kuliah PMDI, kami akan menjelsakan biografi, karya-karya dan pemikiran pembaharu dari al-Tahtawi.
A. Biografi al-Tahtawi
            al-Tahtawi memiliki nama lengkap Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahtawi, ia merupakan pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan pertama dari abad ke-19. Ia lahir di Tahta pada tahun 1801, Tahta merupakan kota yang berada di bagian selatan mesir dan wafat pada tahun 1873 di kairo. Ketika Muhammad Ali mengambil alih kekayaan di Mesir, harta orang tua al-Tahtawi termasuk dalam kekayaan yang dikuasai itu dan ia terpaksa menempuh pendidikan masa kecilnya oleh bantuan dari keluarga ibunya. Ketika berumur 16 tahun al-Tahtawi memutukan untuk melanjutkan studinya ke al-Azhar dan pada tahun 1822 ia menyelesaikan studinya.
            Al-Tahtawi merupak murid kesayangan dari gurunya Syaikh Hasan al-Attar yang banyak mempunyai hubungan dengan Napoleon ketika ia datang ke mesir. Gurunya al-Tahtawi ini sering mengadakan kunungan kepada ahli-ahli dari Prancis tersebut untuk mengetahui kemajuan ilmu pengetahuan mereka. Dan mereka pun menerima kunjungan itu dengan senang hatu karena mereka bisa belajar bahasa arab dari gurunya al-Tahtawi.
            Setelah lulus menyelesaikan studinya di al-Azhar ia langsung mengajar disana, pada tahun 1824 al-Tahtawi diangkat menjadi imam tentara dan dua tahun kemudian al-Tahtawi diangkat menjadi imam para mahasiswa-mahasiswa yang dikirim Muhammad Ali ke Paris.selama lima tahun di Paris ia tidak menyianyiakan waktunya tersebut, ketika sesampainya disana ia langsung mencari guru khusus bahasa Prancis untuk mengajarinya belajar bahasa Prancis. Dengan waktu singkat ia berhasil menguasai bahasa tersebut karena kesungguhannya dalam mempelajari bahasa .itu. Terbukti selama masa tinggalnya di Paris al-Tahtawi berhasil menterjemahkan 12 buku dan risalah, diantara risalah tersebut adalah tentang sejarah Alexander Macedonia, mengenai ilmu pasti, risalah tentang ilmu tektik, risalah mengenai hak-hak manusia, risalah tentang jasmani dan sebagainnya.
            Selain menterjemahkan buku-buku dan risalah, waktu di Paris ia sempatkan juga untuk membaca buku-buku yang ada disana. Dan buku-buku yang dibaca antara lain buku-buku sejarah, teknik, ilmu politik, ilmu bumu dan lain-lain. Dan ia juga membaca buku karangan Montesquieu, Voltaire dan Roseau.
            Buku-buku yang dibaca al-Tahtawi rupanya mencakup berbagai lapangan ilmu pengetahuan. Kelihatannya ia sengaja membaca lapangan-lapangan yang berbeda dan tidak memfokuskan kesatu lapangan ilmu pengetahuan saja karena tujuannya ialah hanya menterjemahkan buku-buku Prancis kedalam bahasa Arab. Dengan demikian pembaca-pembaca Arab dapat mengetahui ilmu pengetahuan barat yang ia rasa perlu mereka ketahui untuk kemajuan mereka.
            Sekembalinya dari Parisa, al-Tahtawi menjadi seorang guru bahasa Prancis dan penterjemah di sekolah kedokteran. Disini ia membimbing penerjemah buku-buku ilmu kedokteran. Dua tahun kemudian ia pindah ke Artileri untuk mengepali penerjemahan buku-buku tentang ilmu teknik dan kemiliteran.
            Ditahun 1836 didirikan “sekolah penerjemah” oleh Muhammad Ali dan nama sekolah tersebut berubah menjadi “sekolah bahasa-bahasa asing” yang diajarkan sekolah ini antara lain bahasa Turki, Persia, Itali, dan juga ilmu-ilmu teknik, sejara dan ilmu bumi. Dan al-Tahtawi dipercaya untuk menjadi pimpinan di sekolah ini. Selain dari mengajar dalam tugasnya termasuk pula mengkoreksi buku-buku yang diterjemahkan murid-muridnnya. Menurut keterangan hampir seribu buah buku yang diterjemahkan sekolah ini kedalam bahasa Arab.
            Setelah Muhammad Ali meninggal ditahun 1848 cucunya Abas menjadi Pasya di Mesir. Abas karena hal-hal yang kurang jelas dan tidak senang dengan al-Tahtawi lalu ia dipindahkan ke Sudan untuk mengepalai sebuah sekolah dasar disana. Setelah Abas wafat ditahun 1854. Al-Tahtawi dipanggil ke Kairo oleh Said yakni Pasya yang baru. Dan ia diangkat menjadi “kepala sekolah militer”. Disana ia pentingkan pelajaran bahasa asing dan men gadakan satu bagian khusus untuk penerjemahan. Ditahun 1863, Khedewi Ismail mengadakan “Badan Penerjemah Undang-Undang Prancis” dan al-Tahtawi dipercayai untuk menjadi pimpinan tersebut.
B. Karya-Karya dan Pemikiran Pembaharu al-Tahtawi
            Sekian jauh aktivitasnya ternyata terlihat bahwa al-Tahtawi berpusat kepada penterjemahan dan mengepalai sekolah-sekolah dan ia juga pernah berpendapat bahwa penterjemahan buku-buku barat kedalam bahasa Arab itu penting, agar umat islam dapat mengetahui ilmu-ilmu yang membawa maju Barat, dan dengfan demikian umat Islam berusaha pula memajukan diri mereka.
            Disamping aktivitasnya dalam lapangan penterjemahan ternyata ia juga pernah menjadi pimpinan dari surat kabar resmi yang diterbitkan Muhammad Ali. Selain memuat berita-berita resmi dalam surat kabar tersebut diselipkan pengetahuan tentang kemajuan Barat, khususnya ia terangkan teori Politik, Demokrasi, Aristokrasi, Monarki, dan lain sebagainnya.
Pada tahun 1870 didirikan majalah Raudatul Madaris yang bertujuan memajukan bahasa Arab dan menyebarkan ilmu-ilmu pengetahuan modern kepada khalayak ramai. Majalah itu mengadung tulisan-tulisan tentang sastra Arab, ilmu Falak, ilmu Bumi, ilmu Akhlak dan lain sebagainnya.
            Selain dari mengarang untuk majalah-majalah tersebut diatas al-Tahtawi juga mengarang buku. Diantara buku-bukunya yang terpenting adalah.
Þ    Takhlisul-Ibriz fi Talkhisi Bariz (“Intisari dari Kesimpulan Tentang Paris”)
Isi dari buku ini mengenai kesan-kesan al-Tahtawi tentang perjalanan ke Paris, selama ia tinggal disana dan perjalanan pulang ke Mesir. Buku ini bukan hanya menceritakan sejarah perjalanannya ke Paris tetapi yang terpenting menerangkah hal-hal yang bersangkutan dengan hidup dan kemajuan orang Eropa yang telah ia lihat di Paris. Didalamnya ia terangkan sistem pemerintahan Prancis, Reolusi ditahun 1789, cara pemeliharaan kesehatan penduduk Paris (Rumah sakit, pengobatan dan sebagainya), ilmu-ilmu pengetahuan yang diajarkan di sekolah Paris, konstitusi Prancis, adat istiadat eropa dan lain sebagainnya. Karena sangat pentingga buku ini untuk mengetahui hidup dan kemajuan Eropa bagi orang islam diwaktu itu, ia terjemahkan kedalam bahasa Turki dan dianjurkan oleh Muhammad Ali supaya dibaca oleh pegawai-pegawaimpemerintahannya.
Þ    Manahijul-albab al-Misriyyah, fi manahijil-adab al-‘asriyyah (“Jalan Bagi Orang Mesir untuk Mengetahui Literatur Modern”)
Buku ini menerangkan betapa pentingnya kemajuan ekonomi bagi kemajuan negara dan juga dalam buku ini ia menjelaskan bahwa pemerintahan yang baiklah yang dapat memajukan ekonomi, dan oleh karena itu buku tersebut menerangkan ketatanegaraan yang baik menurut paham tradisional dalam islam. Raja atau sultan mempunyai kekuasaan eksekutif yang mutlak, tetapi kekuasaan itu harus dibatasi oleh syariat dalam syura (para ulama). Jadi Raja harus menghormati ulama dan memandang mereka sebagai pembantunya dalam soal pemerintahan. Dan menurutnya syariat harus disesuaikan dengan keadaan dan situasi modern dan kaum ulama harus mengetahui kemajuan modern untuk dapat menafsirkan syariat sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern. Oleh karena itu mereka harus mempelajari pengetahuan dari Barat.
Þ    Al-Mursyidul-Amin lil Banati wal Banin (“Petunjuk Bagi Pendidikan Putra dan Putri)
Menurutnya pendidikan dasar harus bersifat Universal dan sama bentuknya untuk setiap golongan, didikan menengah harus memiliki kualitas tinggi. Anak-anak perempuan harus mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak-anak laki-laki. Kaum ibu harus mempunyai didikan, agar menjadi istri yang baik dan bukan hanya menjadi kebutuhan jasmani bagi suaminya saja akan tetapi mampu menjadi teman suami dalam kehidupan intelektual, dan juga agar dapat bekerja sebagai lelaki dalam batas-batas kesanggupan dan pembawaan mereka, dan selanjutnya untuk mereka agar dapat melepaskan diri dari kekosongan waktu di rumah tangga dan dari kebiasaan mengobrol dengan tetangga.
Menurutnya fungsi pendidikan bukan hanya memberi ilmu pengetahuan tetapi yang terpenting adalah menanamkan kepribadian dan hub al-watan (rasa patriotisme). Patriotisme adalah dasar yang kuat untuk mendorong orang membentuk masyarakan yang memiliki peradaban. al-Tahtawi adalah orang Mesir yang pertama sekali yang menganjurkan patriotisme. Paham bahwa seluruh dunia islam adalah tanah air tiap orang muslim, telah berubah tekanannya. Tanah air sekarang ditekankan artinya pada tumpah darah seseorang bukan seluruh dunia islam. Jadi ada dua persaudaraan, persaudaraan islam dan persaudaraan setanah air. Mengenai kedua hal tersebut bagi al-Tahtawi tidak jelas. Tapi perkembangan dalam dunia islam selanjutnya membuat persaudaraan setanah air lebih kuat dari pada persaudaraan keislaman. Dalam kewajiban seseorang terhadap tanah airnya termasuk mengadakan persatuan, tunduk kepada undang-undang dan sedia mengorbankan harta dan diri. Diantara hak yang terpenting bagi seorang warga negara ialah kemerdekaan, karena kemerdekaan yang dapat mewujudkan masyarakat yang sejati dan patriotisme yang kokoh.
Þ    Anwaru Taufiq al-Jalil fi Akhbari Misra wa Tausiqi Bani Imail (“Cahaya Taufik yang Agung pada Berita-berita Mesir dan pengukuhan anak Keturunan Khedewi Ismail)
Buku ini mengandung sejarah Mesir dari mulai zaman Fir’aun, ia memperlihatkan kebanggaannya akan peradaban dan kemajuan ekonomi Mesir pada zaman Fir’aun. Mesir modern adalah lanjutan dari Mesir zaman Fir’aun, dan karena itu ia tak enggan menulis syair-syair yang memuju Fir’aun. Mesir modern betul Islam, tetapi bukan semua penduduk Mesir beragama islam. Orang-orang beragama islam harus diberi kemerdekaan beragama, dan mesir Islam dan Mesir bukan islam adalah bersaudara.
            Semua ini adalah konsep baru bagi dunia Islam dizaman al-Tahtawi. Persaudaraan yang dikenal orang adalah persaudaraan keislaman, dan tanah air adalah seluruh negara Islam dan sejarah adalah sejarah islam. Dalam konsep baru ini terdapat benih Nasionalisme.
Þ    Al-Qaul as-Sadid fil-Ijtihad wa-Taqlid (“Perkataan yang Benar Tentang Ijtihad dan Taklid”)
Al-Tahtawi hanya menjelaskan syariat-syariat dan rupa-rupa ijtihad dalam Islam, ijtihad mutlak, ijtihad dalam mazhab, ijtihad dalam fatwa. Tetpi bagaimanapun, penjelasan-penjelasan al-Tahtawi ini menarik perhatian orang pada ijtihad, dan akhirnya membawa pada pendapat bahwa pintu ijtihad adalah terbuka bukan tertutup.
C. Kesimpulan
Rifa’ah Badawi Rafi’ al-Tahtawi merupakan pembawa pemikiran pembaharuan yang besar pengaruhnya di pertengahan pertama abad ke-19 di Mesir. Ia dilahirkan di Tahta, suatu kota di Mesir bagian selatan pada tahun 1801 dan meninggal di Kairo pada tanggal 1873. ia hidup pada masa kepemimpinan Muhammad Ali dan ketika Muhammad Ali mengambil alih semua kekayaan yang ada di mesir, al-Tahtawi terpaksa menempuh pendidikan masa kecilnya oleh bantuan keluarga ibunya karena harta orang tuanya termasuk dalam pengambil alihan kekayaan yang dilakukan oleh Muhammad Ali. Ketika umur 16 tahun ia melanjutkan pendidikannya ke al-Azhar. Dan setelah lima tahun ia selesai dari studinya di al-Azhar itu tepatnya pada tahun 1822.
            Setelah selesai dari studinya di al-Azhar ia mengajar disana selama dua tahun, kemudian ia diangkat menjadi imam militer di tahun 1824, dua tahun kemudia ia diangkat menjadi imam mahasiswa-mahasiswa yang dikirim Muhammad Ali ke Paris. Selama lima tahun di paris ia mempelajari bahasa francis dan untuk mempelajarinya ia menggaji seorang guru khusus bahasa untuk mengajarkan dia bahasa francis.
            selama lima tahun di paris ia pergunakan untuk membaca buku-buku francis dan juga menterjemahkan buku-buku francis. Tercatat selama 5 tahun disana sudah 12 buku dan risalah yang berhasil ia terjemahkan kedalam bahasa arab.
            sekembalinya dari paris ia menjadi guru bahasa francis dan penerjemah di sekolah kedokteran. 2 tahun kemudian ia pindah ke sekolah artileri untuk mngepali penerjemahan buku-buku tentang ilmu teknik dan kemiliteran. Pada tahun 1836 didirikan sekolah penerjemah (bahasa-bahasa asing) dan yang dipercaya untuk menjadi pimpinan sekolah itu adalah al-Tahtawi.
Dalam masa hidupnya ia mempunyai karya-karya yang penting yang harus diketahui yakni:
Buku-buku yang ditulis oleh al-Tahtawi
Þ    Takhlisul-Ibriz fi Talkhisi Bariz (“Intisari dari Kesimpulan tentang Paris”)
Þ    Manahijul-albab al-Misriyyah fi Manahijil-adab al-;Asriyyah (“Jalan Bagi OrangMesir untuk Mengetahui LiteraturModern”)
Þ    Al-Mursyidul-Amin lil Banati wal Banin (“Petunjuk Bagi Pendidikan Putra dan Putri”)
Þ    Al-Qaul as-Sadid fil-Ijtihadi wa-Taqlid (“Perkataan yang Benar tentang Ijtihad dan Taklid”)
Þ    Anwaru Taufiq al-Jalil fi Akhbari Misra, wa Tausiqi Bani Ismail (“Cahaya Taufik yang Agung pada Berita-berita Mesir dan Pengkukuhan Anak Keturunan Khedewi Ismail”)
Dan ini merupakan pemikiran al-Tahtawi yang bersfat pembaharu
1)      Jika umat islam ingin maju harus belajar ilmu pengetahuan sebagaimana kemajuan yang terjadi di Barat (Eropa). Untuk itu umat islam harus berani belajar dari Barat
2)      Negara yang baik adalah negara yang pandai meningkatkan ekonomi rakyat, sebagaimana yang pernah terjadi pada zaman Fir’aun
3)      Kekuasaan Raja sangat absolut, sehingga perlu dibatasi oleh undang-undang syariat yang dipimpin oleh majelis syura (ulama). Oleh karena antara Raja dengan Ulama harus bisa berunding untuk melaksanakan hukum syariat
4)      Umat islam harus menguasai bahasa asing jika ingin maju disamping bahaa arab. Bahasa arab berfungsi untuk memahami al-Qur’an dan al-Hadis, bahasa asing berfungsi untukmenerjmahkan dan memahami ilmu dan peradaban Barat
5)      Umat islam harus memahami ilmu-ilmu pengetahuan modern jika tidak ingin umat islam ketinggalan
6)      Umat islam tidak boleh bersikap fatalis (pasrah dengan keadaan) tanpa berusaha sekuat tenaga untuk mencapai cita-cita
D. PENUTUP
Sudah dijelaskan diatas bahwa al-Tahtawi merupakan tokoh pembaharu yang tak kalah terkenalnnya dari tokoh-tokoh terkenal lainnya dengan karya-karya nya dan juga segala aktivitasnnya yang luarbiasa yakni menterjemahkan buku dan mengarang untuk surat kabar dan yang terakhir mengarang sebuah buku yang sangat berpengaruh terhadap kemajuan Mesir di kala itu.
Ternyat dapat kita tarik kesimpulan bahwa untuk memajukan sebuah daerah terutama negara hal yang paling utama adalah bahasa asing karena jika kita tidak bisa berbahasa asing kita tidak akan tau kemajuan, pengetahuan, dan ilmu-ilmu yang membuat negara lain sangat maju. Namun jika kita tekun untuk mempelajari bahsa kita akan mengetahui bagaimana negara lain bisa maju dengan ilmu pengetahuaannya yang sangat menakjubkan. Jadi untuk permasalahan ini kita jangan sampai malu mengakui keberhasilan negara tetangga seharusnya kita bisa belajar dari mereka, hilangkan lah sikap gengsi untuk kemajuan negara kita.
DAFTAR PUSTAKA
Nasution, Harun. Pembaharuan Dalam Islam. Jakarta: BulanBintang,1975

Tidak ada komentar:

Posting Komentar