(Peradaban dan Pemikiran)
Oleh Drs.Mutawalli, M.Pd.I
I. PENDAHULUAN
Umat Islam pernah mengalami masa keemasan yang selalu menjadi motifasi
bagi umat Islam pada masa selanjutnya. Kejayaan ini yang sampai saat ini
ingin diwujudkan kembali oleh umat Islam setelah sekian abad kejayaan
itu berada di tangan bangsa barat.
Umat Islam senantiasa mencari trobosan baru dalam menciptakan kejayaan
Islam untuk yang kedua kalinya. Telah banyak pemikir atau
intelektual-intelektual Islam yang mencoba untuk merumuskan kembali
pemikiran agar Islam dapat kembali meraih masa kejayaannya.
Dalam makalah ini penulis mencoba mengungkapkan bagaimana usaha-usaha
umat Islam dalam mendesain masa depan agar dapat mencapai masa kejayaan
seperti dahulu. Hal itu tidak dapat terlepas dengan wacana bahwa pada
abad 15 H merupakan masa kebangkitan Umat Islam
II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana tonggak kebangkitan kembali Islam pada abad 15 H?
B. Bagaimana usaha-usaha umat Islam untuk membangun peradaban masa depan?
C. Bagaaimana kasus yang terjadi di Indonesia mengenai pentas
politik, pendidikan, ekonomi, sosial, dan budaya yang menjadi agen
perubahan umat Islam ke depan?
III. PEMBAHASAN
A. Tonggak Kebangkitan Kembali Islam pada Abad 15 H
Kita perlu menelusuri pengalaman Islam masa lalu, sebuah pengalaman
kejayaan. Pengalaman ini dipergilirkan kepada beberapa negara dan dunia
Islam pernah mendapatkan giliran itu sehingga pernah memimpin dunia ini
dengan dua kekuatan yaitu kekuatan Islam dibelahan Timur berpusat di
Damaskus ketika berada di bawah kekuasan dinasti Umayyah kemudian pindah
ke baghdad dibawah kekuasaan Abbasiyah dan dibelahan Barat berpusat di
Cordova Spanyol di bawah kekuasaan Umayyah.[1]
Kejayaan Islam pada masa Bani Abasiyah dibawah pemerintahan Abu Ja’far
Harun Ar Rasyid. Pada masa pemerintahannya Islam mengalami punck
kemegahan dan kesejahteraan yang belumpernah dicapai sebelumnya. Pada
masa ini dikenal dengan kekuatan dan kemajuan ilmu pengetahuannya,
sehingga Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan, kebudayaan dan
perniagaan di dunia. Pada masa ini, Islam telah tersebar sangat luas.
Khalifah mendirikan dewan penerjemah yaitu dengan mengumpulkan para
sastrawan, budayawan, kaum cendekiawan, dan ahli ilmu. Kota Baghdad
terkenal dengan pusat ilmu pengetahuan di seluruh dunia. Pembangunan
prasarana umum juga dilakukan dalam berbagai bidang sehingga menciptakan
kesejahteraan bagi umat Islam.[2]
Abad ke-15 Hijriah dicanangkan oleh seluruh umat Islam sebagai abad
kebangkitan kembali Islam. Chandra Muzaffar menanggapi gaung kebangkitan
kembali Islam ini sebagai suatu proses historis yang dinamis. Ada tiga
pengertian
tentang konsep kebangkitan kembali Islam yang dikemukakan oleh Muzaffar,
dua di antaranya adalah : Pertama, konsep ini merupakan suatu
penglihatan dari dalam, suatu cara pandang dalam mana kaum muslimin
melihat derasnya dampak agama di kalangan pemeluknya. Hal ini
menyiratkan kesan bahwa Islam menjadi penting kambali. Artinya, Islam
memperoleh kembali prestise dan kehormatan dirinya. Kedua, “kebangkitan
kembali” mengisyaratkan bahwa keadaan tersebut telah terjadi sebelumnya.
Maka dalam gerak kebangkitan kembali ini terdapat keterkaitan dengan
masa lalu; bahwa kejayaan Islam pada masa lalu itu – jejak hidup Nabi
Muhammad saw, dan para pengikutnya – memberi pengaruh besar terhadap
pemikiran orang-orang yang menaruh perhatian pada “jalan hidup” Islam
pada masa lalu.[3]
Abad ke XV H disebut sebagai masa kebangkitannya umat Islam kembali dapat kita lihat dari beberapa fakta-fakta berikut:
1. Sejarah itu berulang kejadiannya. Umat Islam mencapai/ menikmati
kejayaan selama tujuh abad yaitu dari abad ke I sampai abad ke VII H.
Kemudian mulai mundur dan negara-negara Islam jatuh satu demi satu di
bawah penjajahan Barat, yang dahulunya belajar dari umat Islam. Tujuh
abad pula lamanya umat Islam di bawah cengkraman penjajahan dan
penindasan Barat. Sesudah tujuh abad, kini negara-negara Islam yang
telah jatuh menjadi jajahan Barat itu sekarang sudah merdeka. Mereka
mulai menghirup udara kebebasan sesudah lepas dari belenggu penjajahan.
Umat Islam seluruh dunia mulai mengatur negara-negaranya sesuai dengan
ajaran Islam.
2. Negara-negara Islam banyak yang memiliki kekayaan berupa sumber
minyak, sehingga umat Islam menjadi bangsa yang disegani lawan. OPEC
(organisasi pengekspor minyak) sebagian besar anggotanya adalah
negara-negara Islam yang meliputi: Arab Saudi, Kuwait, Iran, Irak,
Venezuela, Aljazair, Equador, Gabon, Indonesia, Libiya, Nigeria, Qatar,
Persatuan Emirat. Negara-negara inilah yang memainkan peranan penting
dalam menyediakan suplai energy minyak untuk memenuhi kebutuhan
dunia.[4]
3. Diselenggarakannya konferensi dunia pertama tentang pendidikan
Muslim di Makkah pada tahun 1977. Yang merupakan upaya international
ototrofik untuk “mengislamisasi ilmu” yang dibuat oleh sarjana-sarjana
muslim.[5]
4. Di abad XV H ini umat Islam telah mempunyai pakar-pakar seperti
Prof. Abdussalam dari Pakistan sebagai pemenang Nobel bidang Fisika
1979, Prof. Ali Javan dari MIT Boston sebagai salah satu pioneer Fisika
LASER, Dr. Musthafa Chakim (Direktur JPL-Pasadena) yang bertanggungjawab
mengontrol misi Voyager, serta Prof. Ahmed Zewail dari Mesir sebagai
pemenang hadiah Nobel bidang Kimia 1999. Mereka adalah pakar pakar-pakar
muslim abad ini yang concern dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi bagi umat Islam.[6]
B. Usaha-Usaha Umat Islam Untuk Membangun Peradaban Masa Depan
Salah satu perkembangan sosial dan politik umat Islam yang paling
signifikan pada dekade-dekade akhir abad 20 adalah munculnya gelombang
revivalis (kebangkitan Islam) diseluruh dunia Islam. Etos kebangkitan
Islam merupakan salah satu fenomena yang sangat meresap dan memiliki
akar yang dalam yang mempengaruhi dunia Islam dewasa ini. Maka
tampaklah, “Islam di kebanyakan negaranya sedang mewujudkan
kebangkitannya.” Hal ini digerakkan oleh para ideolog revivalis Islam
kontemporer meliputi antara lain Hasan al Banna, Abu A’la al-Maududi,
Sayyid Qutb, Ayatullah Ruhullah Imam Khumaeni, Muhammad Baqir al-Sadr,
‘Abd al-Salam Faroq, Said Hawa dan Juhaiman al-Utaibi.
Mereka berasal dari negara yang berbeda tetapi memiliki tanggung jawab
bersama untuk melepaskan umat Islam dari pasungan negara-negara barat
dengan mendorong lahirnya kebangkitan Islam. Mereka tidak pernah
mengadakan kesepakatan untuk mendorong kebangkitan Islam, tetapi mereka
sama-sama memiliki kepedulian terhadap nasib umat Islam, sehingga mereka
bergerak melakukan usaha riil yang sangat dibutuhkan umat.[7]
Gerakan-gerakan Islam yang ada sampai saat ini berupaya untuk
mengembalikan kemajuan peradaban yang telah lama hilang, juga berupaya
merevalisasi khasanah keislaman lama. Dr. Hassan Hanafi menangkap adanya
visi-visi pemikiran mmahasiswa Islam. Sekitar 15% mereka cenderung
kepada konsep salaf dan 15% lagi cenderung kepada konsep sekuler. Adapun
sisanya belum mempunyai kecenderungan dan legalitas. [8]
Munculnya gagasan tentang dilakukannya Islamisasi ilmu pengetahuan,
tokohnya yaitu Ismail Rajiq Al-Faruqi. Mengutip Hasan Asari, al-Faruqi
telah menjadi pioner modern yang menghidupkan kembali kesadaran umat
Islam terhadap pentingnya merubah visi tentang ilmu pengetahuan.[9]
Islamisasi pengetahuan ini sudah mulai digalakkan diberbagai negara
Islam seperti yang dilakukan di negara negara yang terletak di Asia
Tenggara.
Umat Islam Indonesia terutama pada level pemikir Islam mulai berbenah
untuk memengaruhi dan mendorong level di bawahnya agar melakukan
perubahan strategis, baik dalam pemikiran, sikap, maupun perilaku
keseharian. Mereka senantiasa mengingatkan perlunya mengejar kemajuan
sekaligus mengejar ketertinggalan dari negara-negara lain yang lebih
maju.
Mereka terus bergerak maju membangun konsep pemikiran strategis yang
dapat dijadikan saluran atau pedoman bagi perubahan perilaku umat Islam.
Yaitu dari sejumlah perilaku yang bersifat fanatik, pasif, konsumtif
dan menyerah terhadap takdir yang menimpa menjadi beberapa agenda
perilaku yang toleran, aktiv, dinamis, produktif, dan mengejar prestasi
unggul dalam menatap masa depan. Inilah yang diyakini dapat menyokong
dan mengawal kemajuan bangsa dan nefgara sehingga mampu mengangkat
harkat dan martabat umat Islam.
Para pemikir pembaruan Islam telah mengekspresikannya disamping secara
lisan, juga melalui tulisan-tulisan, baik disurat kabar, majalah,
jurnal, maupun terutama dalam bentuk buku. Sehingga terjadi peningkatan
penerbitan buku, Azzyumardi Azra memprediksi bahwa peningkatan
penerbitan buku-buku Islam di Indonesia akan menimbulkan pengaruh dan
dampak jangka panjang terhadap perjalanan Islam di Negeri ini.
Perkembangan ini akan memainkan sumbangan penting tidak hanya bagi
peningkatan attachment kaum Muslim terhadap Islam, tetapi juga pada
pengembangan peran pemikir, ulama, dan cendekiawan Muslim Indonesia
dalam wacana Islam pada tingkat internasional. Penerbitan buku-buku
menjadi media yang efektif bagi para pemikir Islam. Mereka dapat
mendistribusikan pemikiran-pemikiran mereka melalui buku, sehingga dapat
menyampaikan pesan-pesan penulis apa adanya.[10]
C. Kasus-kasus yang ada di Indonesia
1. Bidang Politik
Sebenarnya Indonesia menganut reformasi sebagai pandangan politiknya,
setelah rezim orde lama digantikan orde baru lalu muncullah reformasi
yang digadang-gadang dapat memperbaiki kehidupan rakyat. Namun hingga
kini tujuan tersebut belum dapat terealisasi dengan sempurna karena
proses demokrasi yang berkembang menjadi tidak murni lagi dan juga paham
patrimony dan otoriter masih berkembang kuat didalam pelaku politik.
2. Bidang Pendidikan
Dalam kasus pendidikan di Indonesia telah dicanangkan beberapa usaha
dalam menyiapkan masa depan bangsa yang lebih cerah, diantaranya yaitu
dengan digagasanya Kurikulum 2013 yang berbasis Karakter yaitu yang
bertujauan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki kemampuan
hidup sebagai pribadi dan warga negara yang beriman, produktif,
kreatif, inovatif, dan afektif serta mampu berkontribusi pada kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, bernegara, dan peradaban dunia melalui sistem
pendidikan. Karena secara falsafati, pendidikan adalah proses panjang
dan berkelanjutan untuk mentransformasikan peserta didik menjadi manusia
yang sesuai dengan tujuan penciptaannya, yaitu bermanfaat bagi dirinya,
bagi sesama, bagi alam semesta beserta segenap isi dan peradabannya.
Dalam UU Sisdiknas, menjadi bermanfaat itu dirumuskan dalam indikator
strategis, seperti beriman, bertakwa, berakhlak mulia, sehat berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Dalam memenuhi kompetensi abad 21 UU Sisdiknas juga
memberikan arahan yang jelas, bahwa tujuan pendidikan harus dicapai
salah satunya melalui penerapan kurikulum berbasis kompetensi.
Kompetensi lulusan program pendidikan harus mencakup tiga kompetensi,
yaitu sikap, pengetahuan dan keterampilan, sehingga yang dihasilkan
adalah manusia seutuhnya. Dengan demikian, tujuan pendidikan nasional
perlu dijabarkan menjadi himpunan kompetensi tiga ranah (sikap,
pengetahuan, dan keterampilan). [11]
3. Ekonomi
Ekonomi Indonesia saat ini optimis pertumbuhan ekonomi yang
meningkat.dengan pertumbuhan dan pendapatan nasional yang semakin
meningkat kita dapat melihat perkembangan dan kemajuan kita pada negara
lain. dengan pendapatan nasional per tahun indonesia mampu memberikan
kemajuan. Ekonomi makro yang sangat berpengaruh dalam pertumbuhan
ekonomi saat ini.salah satu pertumbuhan ekonomi itu dapat dilihat dengan
permintaan domestik masih akan menjadi penopang utama kinerja
perekonomian. Selain itu, ekspor dan impor, serta investasi. Dan juga
semakin maraknya bank-bank yang berbasis syariah yang memberi
kontribusi yang signifikan dalam perekonomian Islam.
4. Sosial dan Budaya
Salah satu ciri sosial yang ada di Indonesia adalah tentang pluralisme,
dan salah satunya pluralisme dalam beragama. Dalam hal ini toleransi
agama tidak hanya diwujudkan antar komunitas agama, tetapi juga intern
komunitas agama tertentu. Toleransi agama diantara berbagai penganut
agama yang berbeda membutuhkan saling pengertian dan saling
menghormati.[12] Dengan begitu akan dapat menguntungkan bagi kedua belah
pihak.
[1] Mujamil Qomar, Merintis Kejayaan Islam Kedua, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm. 10.
[2] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam Dari Arab Sebelum Islam
Hingga Dinasti-Dinasti Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm 94.
[3] Chandra Muzaffar, Kebangkiuatn Kembali Islam: Tinjauan Global dengan
Ilustrasi dari Asia Tenggara, (Jakarta: LP3ES, 1989), hlm. 7.
[4] Oemar Bakkry, Kebangkitan Umat Islam Abad Ke-15, (Jakarta: Mutiara, 1980), hlm. 12.
[5] Akbar S. Ahmed, Postmodernisme Bahaya Dan Harapan Bagi Islam, (Bandung: Mizan, 1993), hlm. 49.
[6]Mujamil Qomar, Merintis Kejayaan Islam Kedua.., hlm. 33.
[7] Mujamil Qamar, Merintis Kejayaan Islam Kedua…, hlm. 100-101.
[8] Aunul Abied Syah, Islam Garda Depan, (Bandung: Mizan, 2001), hlm. 39.
[9] Hasan Asari, Esai-esai Sejarah Penddikan dan Kehidupan, (Bandung: Citapustaka Media Perintis, 2009), hlm. 174.
[10] Mujamil Qomar, Fajar Baru Islam Indonesia?(Bandung: Mizan, 2012), hlm. 165-168.
[11] Mohammad Nuh, Kurikulum 2013,
Kemdikbud.go.id/kemdikbud/artikel-mendikbud-kurikulum2013, diunduh pada
12 Juni 2014, pukul 15:19 WIB
[12] Aden Wijdan SZ dkk, Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Safiria Insania Press, 2007), hlm. 213.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar