Oleh. Drs.H.Mutawalli, M.Pd.I
I. PENDAHULUAN
Sejak dahulu
Palestina merupakan sebuah negara sebagai jembatan penghubung antar
manusia. Ketika Palestina berada di bawah naungan Pemerintah Islam
Islam, wilayah ini menjadi lokasi sentral (pusat) yang memikat sebagian
orang yang mau bermukim dan hidup dalam kemakmuran.
Palestina
memiliki keistimewaan tersendiri. Di tanah inilah jejak semua agama
samawi bermuara. Lokasi yang strategis Palestina memungkinkan untuk
menghubungkan berbagai benua bagi dunia kuno Asia, Afrika, dan Eropa.
Sehingga Palestina pun menjadi tempat yang dapat dijadikan pintu masuk
bagi perjalanan ke negara-negara tetangga.
Namun, sejak
sebagaian tanah Palestina dirampas kaum Yahudi dengan bantuan Inggris
dan Amerika, negeri ini berada dalam kepungan konflik. Untuk penjelasan
lebih jauh mengenai seluk beluk dari Palestina akan dibahas dalam
makalah ini.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Bagaimana letak geografis Palestina?
B. Bagaimana sejarah perkembangan masuknya Islam di Palestina?
C. Bagaimana karakteristik Islam di Palestina?
III. PEMBAHASAN
A. Letak Geografis Palestina
Palestina
adalah sebuah negeri di kawasan Timur Tengah yang mengandung arti negeri
orang-orang Filistin. Dalam Alkitab, Palestina disebut juga tanah
Israel, tanah Tuhan, tanah suci, dan tanah bangsa Ibrani. Negeri ini
mempunya sejarah yang panjang bagi agama-agama Yahudi, Kristen, dan
Islam.[1]
Pada tahun
1917 Inggris berhasil menguasai Palestina dari Kesultanan Ottoman.
Kemudian, pada 1992 melalui Konferensi Lausanne, Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan kepercayaan kepada Britania Raya
(Inggris) untuk mengatur Mandat bagi Palestina. Pada tahun 1922-1948,
populasi penduduk Palestina meningkat sangat derastis akibat migrasi
kaum Yahudi dari berbagai negara. Akibatnya dua pertiga wilayah
Palestina didiami orang Yahudi, sementara orang Arab (umat Islam dan
Kristen) hanya mendiami sekitar sepertiganya. Ketika masa mandat
berakhir, status Yerussalem berada dalam hukum internasional. Namun,
Israel melanggar status hukum kota ini hingga meletuslah peperangan pada
1948. Pada tahun inilah orang-orang Yahudi mendirikan negara Israel di
sebagian tanah Palestina atas dukungan kuat Amerika Serikat dan
negara-negara sekutu.
Palestina
terletak di bagian barat Benua Asia, membentang antara garis lintang
meridian 15-34 dan 40-35 ke arah timur, dan antara garis lintang
meridian 30-29 dan 15-33 ke arah utara. Perbatasan Palestina dengan
Lebanon dimulai dari Ras El-Nakoura di wilayah Laut Tengah (Laut
Mediterania), dengan garis lurus mengarah ke timur sampai ke daerah di
dekat kota kecil Bent Jubayel (Lebanon). Garis pemisah antara kedua
negara ini menyerong ke utara dengan sudut yang hampir lurus. Pada titik
ini, perbatasan mengitari mata air Sungai Yordan yang menjadi bagian
Palestina. Perbatasan merupakan jalan yang membatasinya dari wilayah
timur dengan wilayah Suriah dan Danau al-Hola, Lout, dan Tabariyya.
Perbatasan
Palestina dengan Yordania dimulai dari wilayah selatan Danau Tabariyya
hingga sepanjang Sungai Yordan. Dari mata air Sungai Yordan, perbatasan
mengarah ke selatan membelah Laut Mati dan Lembah Araba, hingga sampai
pada daerah Aqaba. Perbatasan dengan Mesir dapat digambarkan dengan
garis yang hampir membentuk garis lurus yang membelah antara daerah
Seena dan Padang Pasir al-Naqab. Perbatasan ini dimulai di Rafah di Laut
Tengah hingga sampai ke daerah Taba di teluk Aqaba. Di bagian barat,
Palestina terletak di sebelah perairan lepas internasional dari Laut
Tengah dengan jarak sekitar 250 km dari Ras el-Nakoura di sebelah
selatan, hingga Rafah di bagian selatan.[2]
B. Sejarah Perkembangan Masuknya Islam di Palestina
Palestina
terletak di pesisir timur Laut Tengah, di Asia Barat. Dahulu negeri ini
bernama Bumi Kan’an. Yerussalem (Al-Quds) dibangun sekitar tahun 3000 SM
oleh orang-orang Kan’an. Selama sekitar 1000 tahun, tempat ini dikuasai
oleh orang-orang Yahudi di bawah pimpinan Nabi Daud a.s., lalu
digantikan oleh anaknya Sulaiman a.s. kemudian orang-orang Asyuriyah
menguasainya di bawah pimpinan Nebukadnezar. Dia menghancurkan,
mencerai-beraikan, dan memusnahkkan orang-orang Yahudi. Dengan ini
berakhirlah kekuasaan keluarga Daus, lalu kerajaan Israel lenyap pada
tahun 586 SM.
Pada tahun 332
SM Iskandar Macedoni menguasai Palestina. Lalu, digantikan oleh
orang-orang Romawi yang menjadikan Palestina dan wilayah-wilayah sekitar
Syam berada di bawah kekuasaanya. Pada tahun 66 M Yahudi memantapkan
penguasaannya atas Yerussalem. Lalu, mereka membunuh dan menggelandang
orang-orang Yahudi. Pada tahun 614 M, Persia meguasai negeri Syam.
Namun, pada tahun 627 M Romawi berhasil mengalahkan Persia dan mengusir
mereka dari Syam.
Pada masa
inilah Islam muncul. Tahun 15 H/636 M pasukan Islam berhasil memperoleh
kemenangan mereka atas Al-Quds dan negeri Syam. Ini terjadi pada masa
khalifah Umar al-Khattab. Umar datang sendiri ke Palestina dan menerima
kunci-kunci gerbang Al-Quds tetap berada dalam naungan orang-orang Arab
Islam. Kemudian secara berturut-turut dikuasai oleh raja-raja Islam
(Khulafaur Rasyidin, Pemerintahan Ummayah, Abbasiyah, Bani Thulun,
Akhsaydiyah, Fathimiyah, Ayyubiyah, dan Al-Mamalik). Kemudian
orang-orang Turki Utsmaniyah menguasai wilayah ini sampai dengan tahun
1367 H/1948 M, kecuali pada perang Salib yaitu pada tahun 493 H-538
H/1099-1187 M.[3]
Pada akhir
kekuasaan Turki Utsmani, terjadi imigrasi besar-besaran orang-orang
Yahudi dari Eropa menuju empat kota penting di Palestina, yaitu
Jerussalem, Safed, Tiberias, dan Hebron. Keempat daerah tersebut pada
masa-masa selanjutnya bertransformasi menjadi pemukiman-pemukiman
Yahudi. Ketika itu pula gerakan Zionisme mulai tumbuh dan berkembang
luas. Gerakan zionisme adalah sebuah gerakan politik yang dilegitimasi
oleh doktrin-doktrin agama yang menghendaki agar orang-orang Yahudi
menguasai seluruh wilayah Palestina tanpa terkecuali. Inilah awal
munculnya konflik berkepanjangan di Palestina dan wilayah-wilayah Arab
lainnya.[4]
Setelah negara
Israel diproklamirkan tahun 1948, PBB pada tahun 1949 mengeluarkan
undang-undang yang membagi Palestina menjadi dua bagian. Pihak Yahudi
mendapatkan daerah pesisir sekitar Tel Aviv, daerah di sekitar Danau
Galilea dan daerah di Gurun Negev; Yerussalem dan Betlehem berada di
bawah kendali internasional; adapun pihak Arab memperoleh sisanya.
Secara kuantitatif pihak Yahudi mendapat 55% dari total area tanah
Palestina. Namun pada kenyataannya Israel tetap saja berusaha mencaplok
dari bagian bangsa Palestina. Dari luas Palestina yang sekitar 27.010
km2, seluruhnya berada di bawah penjajahan Israel. Hanya sebagian kecil
dari wilayah itu yang berada di bawah kekuasaan Palestina. Data tahun
1998 menunjukkan bahwa penduduknya mencapai 7.200.000 jiwa.
Negara
Palestina diproklamasikan oleh Ketua Organisasi Pembebasan Palestina
(PLO) Yasser Arafat pada 15 November 1988., di Aljiria, ibukota
Aljazair. Selain itu ditetapkan pula bahwa Yerussalem Timur (akan)
menjadi ibukota Negara; sebagian Tepi barat dan seluruh jalur Gaza
merupakan wilayah negara Palestina. Walaupun telah merdeka, penduduk
Palestina belum merasakan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang
merdeka sepenuhnya, karena mereka kerap menghadapi intimidasi,
kekerasan, dan bahkan serangan tentara Israel.[5]
C. Karakteristik Islam di Palestina
Sejarah
Palestina di masa-masa awal Islam sesungguhnya telah dimulai pada zaman
Nabi Muhammad SAW. Peristiwa Isra’ yang dialami Rasulullah dari Masjid
Al-Aqsha di Jerussalem menandai awal hubungan historis antara Islam dan
Palestina. Peristiwa itu terjadi pada tahun ke-11 dari masa kenabian
Rasulullah. Wilayah Palestina, yang ketika itu bernama Syam secra
territorial berada di bawah kekuasaan Romawi yang berpusat di
Konstatinopel. Orang-orang Yahudi yang mula-mula menghuni wilayah
tersebut diusir secara paksa sejak pertama kali Romawi menguasai wilayah
ini pada abad ke-2 Masehi.
Palestina
mulai berada di bawah pengaruh Islam tatkala ditaklukan oleh Umar bin
Khattab, khalifah kedua sepeninggal Rasulullah menggantikan Abu Bakar
Ash-Shiddiq. Umar menunjukkan sikap dan kebijakan yang toleran kepada
para penduduk di daerah ini tanpa membeda-bedakan agama yang mereka
anut. Umat Islam dan Kristen pun dapat hidup berdampingan dengan aman
dan damai karena sedari awal, kedatangan kaum Muslim di Palestina memang
tidak dengan membawa jiwa perang, tetapi dengan perdamaian dan kasih
sayang, sebagaimana dilukiskan oleh Karen Amstrong sebagai berikut :
“Ketika
khalifah Umar memasuki Jerussalem dengan mengendarai seekor kuda putih,
ia dikawal oleh Uskup Yunani Sofronius yang juga bertindak sebagai
pemuka kota. Sang khalifah minta agar diantarkan ke Haram Assyarif,
tempat Nabi Muhammad SAW. melakukan mi’raj. Umar pun berlutut dan
berdo’a di tempat ini. Lalu, Umar juga minta diantarkan untuk mengujungi
tempat-tempat suci kaum Nasrani. Ketika mereka berada di Gereja Holy
Sepulchre, waktu shalat pun tiba. Sang uskup kemudian mempersilahkan
untuk shalat di gereja tersebut. Namun, Umar menolaknya dengan santun
sembari beralasan bahwa jika ia berdo’a dan beribadah di dalam gereja,
dikhawatirkan umat Islam di kemudian hari akan mengenang kejadian
tersebut dan mendirikan sebuah masjid di sana yang berarti akan
memusnahkan keberadaan Gereja Holy Sepulchre. Sang uskup terdiam sejenak
terpukau seolah tak percaya mendengar ucapan Umar tersebut. Umar pun
segera bergegas pergi shalat di tempat yang agak jauh dari gereja
tersebut, yang kebetulan di tempat yang langsung berhadapan dengan Holy
Sepulchre.”
Kini, ditempat
itu berdiri sebuah masjid kecil yang dibangun sebagai persembahan untuk
Umar bin Khattab. Selain masjid tersebut, didirikan pula sebuah masjid
besar untuk menandai penaklukan Palestina oleh umat Islam dan Masjid
Al-Aqsha guna mengenang Isra’ yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. sikap
simpatik Umar pun berlanjut tatkala ia dan umat Islam lainnya
membersihkan sampah-sampah ditempat reruntuhan biara Yahudi. Selama
bertahun-tahun, kaum Nasrani menggunakannya sebagai tempat pembungan
sampah kota. Penaklukan Palestina oleh kaum Muslim menjadi pintu masuk
untuk membangun Islam di kota suci ketiga bagi umat Islam tersebut.[6]
Adapun madzhab
yang berkembang pesat di Palestina yaitu mazhab Syafi’i yang tidak
terlepas dari andil Hakim Agung Imam Abu Zur’ah Ad-Dimasyq di
pertengahan abad ke 4 hijriyah. Sebelum itu, masyarakat Syam (Syria,
Yordania, Libanon dan Palestina saat ini) menganut mazhab serta
menjalankan lembaga Qadha’ / peradilan sesuai mazhab Imam Awza’i.
Membesarnya pengaruh mazhab Syafi’i di Syam inilah yang kelak
mempengaruhi para pendiri dinasti Ayyubiyyah di Mesir (dimana daerah
kekuasaannya juga meliputi Syam).
Di masa
pemerintahan Sultan Shalahuddin Al-Ayyubi, banyak madrasah mazhab
Syafi’i yang didirikan di Syam terutama di daerah Damaskus. Hal ini juga
yang membuat mazhab Syafi’i memiliki banyak penganut disana. Ahmad
Taymur Basya memperkirakan bahwa mazhab Syafi’i dianut oleh seperempat
penduduk Syam.[7]
Pada dasarnya,
karakteristik Islam di Palestina tidak jauh berbeda dengan Islam yang
ada di Arab jika ditinjau dari aspek historisnya. Karena Islam di
Palestina merupakan perluasan atau penyebaran dari Islam yang ada di
Arab. Sehingga budaya masyarakat muslim Palestina sama seperti
masyarakat muslim Arab. Namun, yang perlu diidentifikasi tentang
karakteristik Islam di Palestina ialah mengenai kegigihan mereka melawan
berbagai serangan dari kaum Yahudi atau disebut Intifada. Menurut
imam masjidil Aqsha, gerakan intifada mempunya 4 keistimewaan atau
sifat. Pertama, intifada terjadi diseluruh wilayah. Kedua, melibatkan
seluruh kelompok rakyat Palestina. Ketiga, kontinuitas. Keempat, majunya
para syuhada’.[8]
[1] Dewan Redaksi Ensiklopedi Islam, Ensiklopedi Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 1993), hlm. 74
[2] Muhammad
Syafi’i Antonio dkk., Ensiklopedia Peradaban Islam Yerusalem, (Jakarta
Selatan: Tazkia Piblishing, 2012), hlm. 52-61
[3] Ahmad Al-Usairy, Sejarah Islam (Sejak Zaman Nabi Adam hingga Abad XX), (Jakarta: Akbar Media, 2003), hal. 484-485.
[4] Bawono Kumoro, HAMAS Ikon Perlawanan Islam Terhadap Zionisme Israel, (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2009), hal. 39.
[5] Muhammad Syafi’i Antonio dkk., Ensiklopedia Peradaban..., hlm. 54-58.
[6] Bawono Kumoro, HAMAS Ikon Perlawanan … , (Bandung: PT. Mizan Pustaka, 2009), hal. 30-33.
[7] Zamzami
Saleh,
http://zamzamisaleh.blogspot.com/2013/12/demografi-mazhab-syafii.html,
di unduh pada Jum’at, 30 Mei 2013 pukul 19.00.
[8] Riza Sihbudi, et.al., PALESTINA:Solidaritas Islam Tata Politik Dunia Baru, (Jakarta:PUSTAKA HIDAYAH, 1992), hlm. 104.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar