Oleh. Drs. H. Mutawalli, M.Pd.I
I. PENDAHULUAN
Islam
merupakan sebuah agama yang istimewa. Agama yang bisa dikatakan sebagai
rahmatan lil alamin atau rahmat seluruh alam. Oleh karena itu, agama
Islam tidak hanya berkembang dan tumbuh pesat di daerah asalnya saja
yakni Jazirah Arab, melainkan juga tumbuh dan berkembang pesat di
berbagai penjuru dunia, mulai dari Afrika, Eropa bahkan sampai
berkembang pesat di Asia seperti di Indonesia.
Tidak dapat
dipungkiri bahwa keberhasilan Islam mampu menyebar, tumbuh, dan
berkembang pesat ke berbagai penjuru dunia ini salah satunya karena
munculnya banyak pemikir-pemikir Islam yang memiliki pemikiran cemerlang
dalam berbagai bidang. Mulai dari bidang pendidikan, ilmu pengetahuan,
fiqh, tasawuf, filsafat, tarikh dan lain sebagainya. Sayangnya
pemikir-pemikir tersebut dan pemikiranya hanya tumbuh dan berkembang di
masa awal saja ( Masa Rasulullah, Khalifah dan Bani Umayyah serta
Abassiyah ).
Khusus pada
tahun 750 – 1200an M umat Islam mengalami kemajuan yang sangat besar di
berbagai bidang. Di mana pada masa itu tepatnya di Pusat-pusat peradaban
Islam seperti Baghdad, Bukhara, Andalusia banyak sekali ilmuan dan
ulama muslim yang sukses menciptakan pemikiran-pemikiran Islam yang luar
biasa hingga menarik banyak orang untuk mempelajari pemikiran-pemikiran
tersebut. Hal ini membuat para sejarawan menggolongkan masa itu sebagai
masa kejayaan Islam.
Sayangnya,
Begitu memasuki masa pertengahan pada sekitar tahun 1250 M
pemikiran-pemikiran cemerlang yang timbul dari umat Islam mulai tumpul
dan statis. Corak pemikiran Islam dalam bidang fiqh, tasawuf, filsafat,
teologi mulai berbeda dari masa-masa sebelumnya. Hal tersebut
mengakibatkan Islam mengalami kemunduran.
Kemunduran
Islam yang terjadi pada masa pertengahan ini membuat Islam sulit bangkit
dan mulai tertinggal dari umat lain bahkan hingga masa kini. Oleh
karena itulah, makalah ini akan membahas mengenai pemikiran Islam pada
masa pertengahan.
II. RUMUSAN MASALAH
A. Apa saja peristiwa-peristiwa penting yang mempengaruhi pemikiran Islam pada masa pertengahan ?
B.
Bagaimanakah corak pemikiran Islam dalam bidang hukum, teologi,
filsafat, tasawuf, dan juga sains yang berkembang pada masa pertengahan ?
III. PEMBAHASAN
A. Peristiwa-peristiwa yang Mempengaruhi Pemikiran Islam Masa Pertengahan
Berbicara
pemikiran Islam pada masa pertengahan maka hal tersebut tidak dapat
terlepas dari peristiwa-peristiwa penting yang terjadi kala itu, sebab
peristiwa-peristiwa tersebut sangat mempengaruhi corak pemikiran Islam
yang berkembang. Adapun peristiwa-peristiwa penting tersebut diantaranya
:
1. Runtuhnya pusat-pusat peradaban Islam
Pada tahun
1258 M, Baghdad sebagai pusat peradaban Islam diserbu dan dihancurkan
oleh Hulagu Khan. Seorang pemimpin bangsa Bar-bar. Invasi ini dilakukan
secara brutal dengan membantai penduduk. Jumlah penduduk pada waktu itu
lebih dari 2.000.000 jiwa. Sebagaimana dinukil oleh Syed Mahmuddunnasir,
Ibnu Khaldun mencatat, ”Dalam pembantaian yang berlangsung selama enam
minggu itu, 1.600.000 jiwa binasa”. Ini berarti lebih dari tiga perempat
penduduk binasa, belum lagi yang mengalami catat seumur hidup, cacat
sementara, maupun sakit kejiwaan.
Diantara
jumlah yang binasa tersebut, banyak juga dari kalangan Ulama, Pemikir
maupun Ilmuan. Tindakan brutal ini telah menghancurkan peradaban Islam
baik fisik, psikis, sosial, dan kultural serta merupakan pukulan telak
bagi dunia Islam. Hancurnya Baghdad sendiri bukan berarti akhir dari
Islam, sebab umat Islam di daerah lain berusaha bangkit dengan tiga
dinasti besar yaitu Dinasti Mughal di India, Safawiyah di Persia dan
juga Dinasti Utsmani di Turki.[1]
Tidak sampai
disitu saja pada kurun waktu tahun 1250-1500 M secara perlahan bangsa
Mongol dan eropa yang sudah mulai memasuki era renaissance [2] mulai
menghancurkan dan berkuasa di pusat-pusat peradaban lain yang ada.
Dengan
hancurnya pusat-pusat peradaban Islam yang ada. Maka sumber Ilmu yang
telah diciptakan oleh Ilmuan maupun Ulama terdahulu di berbagai
perpustakaan kala itu banyak yang hilang. Hal tersebut mempengaruhi
sebagian besar umat Islam untuk memiliki pemikiran yang apatis terhadap
ilmu khususnya ilmu-ilmu filsafat karena cukup sulit mencari sumbernya.
2. Berkuasanya Tiga kerajaan Besar
Setelah
khilafah Abbassiyah di Bagdad runtuh. Wilayah kekuatan politik islam
mengalami kemunduran secara drastis. Wilayah kekuasaanya tercabik cabik
dalam beberapa kerajaan kecil yang satu sama lain bahkan saling
memerangi.
Pada kisaran
tahun 1500-1800 Islam mulai bisa kembali mengalami sedikit kemajuan
melalui munculnya 3 kerajaan besar Islam yaitu Kerajaan Mughal di
India, Safawiyah di Persia dan juga Kerajaan Utsmani di Turki. Dari
ketiga kerajaan tersebut, kerajaan Utsmani adalah kerajaan pertama yang
berdiri, yang paling besar dan paling lama bertahan dibanding dua
kerajaan lainya. [3]
Bila dilihat
dari segi sejarah dan latar belakang berdirinya ketiga kerajaan. Maka
ketiga kerajaan tersebut dipegang oleh keturunan bangsa Turki dan Mongol
yang dikenal sebagai bangsa yang suka berperang dibandingkan suka
dengan Ilmu.[4] Dari hal tersebut maka Umat Islam kala itu terutama
pemerintahanya (Khalifah, Sultan dan Amir-amir) bisa dibilang mulai
melalaikan ilmu pengetahuan dan juga kebudayaan. Mereka tidak memberi
kesempatan ilmu untuk berkembang hanya sibuk mengurus urusan politik dan
militernya sebagai benteng terhadap serangan dari pihak-pihak luar yang
hendak menyerang. [5]
Dengan
kurangnya perhatian pihak kerajaan / pemerintah kala itu dalam berbagai
bidang selain bidang politik dan militer maka cara berfikir umat Islam
pun terpengaruh. Bagi umat Islam yang tidak memiliki hubungan dengan
pihak kerajaan kala itu akan lebih memiliki pemikiran-pemikiran yang
fokus pada mendekatkan diri kepada Allah SWT dibanding urusan keduniaan.
B. Corak Pemikiran Islam pada Masa Pertengahan
Dalam Agama
terdapat dua ajaran yang erat kaitanya dengan produktivitas. Pertama
agama mengajarkan bahwa sesudah hidup pertama di dunia yang bersifat
material ini ada hidup kedua nanti di akhirat yang bersifat spiritual.
Apabila kehidupan duniawi dianggap penting maka produktivitas akan
meningkat. Namun bila kehidupan akhirat yang diutamakan maka
produktivitas akan menurun.
Kedua,
mengenai ajaran tentang nasib manusia, apabila nasib manusia ditentukan
oleh Tuhan maka produktivitas penganut paham tersebut akan rendah.
Namun, bila nasib manusia ditentukan oleh manusia itu sendiri maka
produktivitas akan tinggi.[6] Oleh sebab itu agama Islam mengajarkan
kepada umatnya untuk menyeimbangkan kehidupan dunia dan akhirat sehingga
nantinya akan tercipta keselarasan dalam kehidupanya.
Corak
pemikiran Islam pada masa pertengahan ini secara garis besar akan
semacam itu. Umat islam akan cenderung memilih salah satu dari kedua
pilihan yang disebutkan diatas yaitu produktif atau tidak produktif.
Namun, kebanyakan umat Muslim kala itu lebih memilih untuk menjadi
pribadi yang tidak produktif dangan berbagai alasan dan pendapat. Untuk
lebih spesifik mengenai corak pemikiran Islam pada bidang-bidang
tertentu pada masa pertengahan akan disampaikan sebagai berikut :
1. Hukum Islam
Pada masa ini
berkembang taqlid buta dikalangan umat Islam. Kehidupan mereka sangat
statis tidak ada problem-problem baru dalam bidang fiqh yang berusaha
untuk dikaji. Apa yang sudah ada dalam kitab fiqh-fiqh lama dianggap
sebagai sesuatu yang sudah baku, mantap, benar, harus diikuti serta
dilaksanakan sebagaimana adanya.[7] Umat Islam tidak lagi menggunakan
pemikiranya untuk melakukan ijtihad sebagaimana pemikir-pemikir
sebelumnya untuk menggali sumber yang asli kepada Al Qur’an dan Hadits
nabi, praktek bermahdzab dan bid’ah telah subur.[8]
Isu pintu
ijtihad telah tertutup mulai meluas dikalangan umat Islam, berpalingnya
pemikiran untuk menggali secara langsung pada sumber pertama dan utama
(al Qur’an dan hadits) apabila menemukan persoalan baru mulai pudar,
pemikiran tersebut hanya dipusatkan untuk kepentingan mahdzab, praktek
bermahdzab dan ta’asub terhadap mahdzab tertentu menjadi semakin
besar.[9] Para Ulama tidak berusaha dan tidak berani melakukan ijtihad.
Implikasinya tidak ada kreatifitas dan produktifitas sebagai kekuatan
peradaban yang dihasilkan.[10]
Pada periode
ini umat Islam telah menyaksikan tersedianya kitab himpunan materi hukum
(fiqh) yang dibuat oleh periode sebelumnya. Ketersediaan kitab-kitab
hukum tersebut membawa pengaruh melemahnya gairah dan padamnya nyala api
ijtihad, yang pernah berkembang pesat pada periode sebelumnya. Mereka
hanya mencukupkan diri untuk melihat dan menggunakan hasil ijtihad para
ulama periode sebelumnya, tanpa harus melakukan ijtihad sendiri. [11]
Itulah gambaran pemikiran umat Islam dalam bidang hukum yang mulai
berkembang pada masa itu bahkan masih terasa hingga sekarang.
2. Teologi
Pada masa
pertengahan ini teologi sunnatullah dengan pemikiran rasional, filosofis
dan ilmiah hilang dari dunia Islam dan diganti dengan teologi kehendak
mutlak Tuhan ( Jabariyah / Fatalisme). Sedangkan metode berfikir
rasional yang dikembangkan oleh mu’tazilah sudah lama padam.[12]
Adapun Ciri-ciri teologi kehendak mutlak Tuhan itu adalah:
a. Kedudukan akal yang rendah
b. Ketidak bebasan manusia dalam kemauan dan perbuatan
c. Kebebasan befikir yang diikat dengan banyak dogma
d. Ketidakpercayaan pada sunnatullah dan kausalitas
e. Terikat pada arti tekstual alqur’an dan hadis
f. Statis dalm sikap dan berpikir [13]
Paham
fatalisme mengajarkan bahwa manusia itu dalam keadaan terpaksa (majrur),
mereka tidak memiliki kekuatan apapun, mereka tidak memiliki kebebasan
berkehendak maupun berbuat. Semua kekuatan adalah kekuatan Tuhan dan
semua perbuatan adalah perbuatan yang diciptakan Tuhan. Manusia ibarat
wayang yang selalu menempati posisi objek, sedang Tuhan ibarat dalang
yang selalu menempati posisi subjek. Paham semacam inilah yang dianut
mayoritas umat Islam kala itu sehingga tidak mampu melahirkan
pikiran-pikiran kreatif dan tindakan strategis.[14] Diterima atau tidak
memang paham semacam inilah yang berkembang pesat kala itu.
3. Filsafat dan Tasawuf
Pada masa
klasik Islam, kebebasan berfikir berkembang dengan masuknya pemikiran
filsafat yunani. Namun, kebebasan ini menurun sejak al Ghazali
melontarkan kritik tajam terhadap pemikiran filsafat yang tertuang dalam
bukunya tahafut al falasifah (kekacauan para filosof). Kritik tersebut
memang mendapat bantahan dari filosof besar islam yang lain yaitu ibn
Rusyd dalam bukunya tahafut al tahafut (kekacauan buku kekacauan) tetapi
nampaknya, kritik al-Ghazali jauh lebih populer dan berpengaruh dari
bantahan Ibn Rusyd.[15]
Kritikan yang
disampaikan oleh al-Ghazali pada masanya sangat mempengaruhi pemikiran
umat islam tentang filsafat setelahnya. Banyak orang yang beranggapan
bahwa filsafat bukanlah suatu metode yang baik untuk mendekatkan diri
kepada Allah melainkan masih ada metode lain yang mereka anggap lebih
efektif yaitu dengan bertasawuf. Jikalaupun ada orang-orang yang hendak
berfilsafat kendala yang dialami adalah sulitnya menemukan sumber-sumber
belajar entah itu guru maupun sumber rujukan lainya karena memang kala
itu aliran tasawuf lah yang berkembang sangat pesat.
Selain itu
juga kesulitan menemui sumber-sumber rujukan dalam bidang filsafat ini
juga dikarenakan hancurnya sarana-sarana pengembangan Ilmu yang sudah
disediakan oleh masa klasik, seperi perpustakaan dan karya-karya Ilmiah
baik itu karya yang diterjemahkan dari bahasa Yunani, Persia, India dan
Syiria maupun dari bahasa lainya. [16]
Hal tersebut
membuat orang lebih memilih mempelajari bidang tasawuf dibandingkan
filsafat. Pada masa pertengahan ini tasawuf berkembang menjadi tarekat.
Jika masa klasik tasawufnya masih bersifat individual maka pada masa
pertengahan ini melalui tarekat, tasawuf telah menjadi bercorak massal.
Karena itu bukan sufi saja yang menjalankan ajaran tasawuf, tetapi juga
orang awam pun juga mencoba untuk menjalankannya.
Karena tujuan
kaum sufi adalah mendekatkan diri pada Tuhan maka mereka lebih
mengedepankan kehidupan spiritual ketimbang kehidupan material. Dalam
mendekatkan diri kepada Tuhan, mereka banyak berpuasa dan sedapat
mungkin meninggalkan kesenangan materi. Dunia ini mereka tinggalkan
untuk bertemu Tuhan. Sikap ini ditiru pula oleh kaum awam maka
berkembanglah masyarakat yang berorientasi kepada keakhiratan. Mereka
tidak mementingkan hidup dunia bahkan bekerja untuk dunia dianggap
pekerjaan yang hina.
Disamping
orientasi keakhiratan, dalam mendekatkan diri kepada Tuhan, para sufi
dengan sabar dan tawakal menunggu anugrah Tuhan untuk dapat diterima
datang didekat Nya. Adapun yang dilakukan hanya memperbanyak zikir dan
mengingat Tuhan semata. Sikap semacam itu mempengaruhi umat secara umum,
maka dikalangan mereka terdapat sikap lebih mementingkan hidup
spiritual dan sikap tawakkal serta menunggu dengan sabar datangnya
rahmat Tuhan.[17]
Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa pemikiran Islam dalam bidang filsafat
pada masa pertengahan ini sangat terabaikan dan tidak ada
pemikiran-pemikiran terkait filsafat yang menonjol. Bahkan para
filosof-filosof yang ada kala itu tidak begitu terdengar namanya seperti
halnya filosof-filosof masa klasik.
4. Sains (ilmu-ilmu kealaman)
Ilmu
pengetahuan mengenai sains khususnya (ilmu kealaman) menjadi sesuatu
yang begitu sulit ditemukan pada masa itu. Bagi yang belajar pada
madrasah-madrasah yang ada ataupun lembaga-lembaga pendidikan yang ada
mutu pendidikan dan pengajarannya kurang begitu diperhatikan ilmu-ilmu
umum sebab rata-rata pengelola madrasah-madrasah yang ada adalah seorang
sufi.
Dengan telah
menyempitnya bidang–bidang ilmu pengetahuan umum, dengan tiadanya
perhatian kepada ilmu-ilmu kealaman, maka kurikulum yang ada pada
umumnya terbatas pada ilmu-ilmu keagamaan, ditambah dengan sedikit
gramatika dan bahasa sebagai alat yang diperlukan.
Ilmu-ilmu
agama yang murni tinggal terdiri dari : Tafsir al Qur’an, Hadits, Fiqh
(termasuk ushul fiqh dan prinsip-prinsip hukum) dan Ilmu Kalam atau
Teologi Islam, Bahkan di madrasah-madrasah tertentu Ilmu Kalam atau
Teologi Islam dicurigai, khususnya di madrasah-madrasah yang diurus oleh
kaum Sufi yang memang tersebar luas di negara-negara Islam pada masa
itu.
Materi
pelajaran yang disampaikannya sangat sederhana, yang ternyata dari
jumlah-jumlah buku-buku yang harus dipelajari pada suatu tingkatan
(bahkan tingkat tinggi sekalipun) sangat sedikit. Waktu yang diperlukan
untuk menyelesaikan studi pun relatif singkat. Akibatnya adalah
kekurang-mendalamnya materi pelajaran yang mereka terima, sehingga
kemerosotan dan kemunduran ilmu pengetahuan para pelajarnya dapat
dibayangkan.[18]
Adapun bentuk
dari proses pembelajaran dalam proses pelaksanaan kurikulum pada masa
itu juga dijelaskan oleh Fazlur Rahman, Biasanya kurikulum dilaksanakan
atas metode urutan mata pelajaran. Jadi sebagai contoh urutan tersebut
misalnya Bahasa dan Tata Bahasa Arab, Kesusastraan, Ilmu Hitung, Hukum,
Yurispudensi, Teologi, Tafsir al Qur’an dan Hadits si Murid melewati
kelas demi kelas dengan menyelesaikan satu pelajaran dan memulai lagi
mata pelajaran yang lebih tinggi. Dengan sendirinya sistem ini tidak
memberikan banyak waktu untuk setiap mata pelajaran yang diajarkan.
Bukan hanya
itu saja, metode yang dilakukan, seringkali seorang murid mulai belajar
dengan satu ringkasan dalam satu mata pelajaran dan di kelas selanjutnya
ia mempelajari pelajaran yang sama dengan detail-detail yang lebih
terperinci dan disertai dengan komentar-komentar. Tugas guru adalah
menyampaikan komentar-komentar orang lain, disamping teks aslinya, dan
biasanya tanpa menyertakan komentar sendiri dalam mata pelajaran
tersebut.[19] Bagi mereka yang merasakan kurikulum ini maka mereka
nantinya hanya menguasai sedikit bidang keilmuan saja yang kebanyakan
hanyalah berkutat pada ilmu-ilmu keagamaan.
Pada zaman
pertengahan pekerjaan seperrti dagang, industri dan pertanian dianggap
rendah dan itu semua dipandang sebagai pekerjaan yang hanya layak bagi
kaum non Islam. Pandangan ini pula yang membuat sanis hilang dari dunia
islam, sedangkan di Eropa pada waktu bersamaan mengalami kemajuan sains
dan teknologi yang pesat.
Sikap tawakal
dari tarekat dan sikap fatalistik dalam teologi kehendak mutlak Tuhan
membuat mereka sabar menunggu nasib yang ditentukan Tuhan bagi mereka.
Produktivitas ulama’ dan umat islam pada zaman pertengahan dibandingkan
dengan produktivitas ulama' zaman klasik jauh menurun. Produktivitas
dalam sains dan filsafat lenyap, sedang produktivitas dalam bidang
ekonomi pun ikut menurun. [20] Hanya produktivitas dalam bidang politik
yang agak menonjol sebab bidang politik menjadi fokus pemerintah yang
ada kala itu.
[1] Mujamil Qomar, Merintis Kejayaan Islam Kedua, (Yogyakarta : Teras, 2011), hlm. 72.
[2] Zaman
Renaissance (Abad XIV-XVI) merupakan abad keemasan (Golden Age) dalam
sejarah peradaban barat. Zaman ini merupakan fase transisi yang
menjembatani zaman Kegelapan (Dark Age) dengan zaman Pencerahan
(Enlightenment Age). Kata "Renaissance" berasal dari bahasa Perancis
Renaissance, yaitu dari kata-kata Re (kembali) dan Naitre (lahir) yang
artinya adalah "kelahiran kembali". Hal yang dimaksudkan di sini adalah
kelahiran kembali atau kebangkitan bangsa Eropa dari keterpurukan zaman
dan menjadi kebangkitan kembali minat yang sangat besar dan mendalam
terhadap kekayaan warisan Yunani dan Romawi kuno dalam berbagai
aspeknya. Lihat (Ahmad Suhelmi, Pemikiran Politik Barat, PT Gramedia
Pustaka, 2007, hlm. 109-110)
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 129
[3] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1998), hlm. 129
[4] Badri Yatim, Sejarah Peradaban islam…, hlm. 153
[5] Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), hlm. 110.
[6] Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1998), hlm. 111
[7] Zuhairini dkk,Sejarah Pendidikan Islam…, hlm. 112.
[8] Yusran
Asmuni, Pengantar Studi Pemikiran dan Pembaharuan dalam Dunia Islam,
(Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 1996), hlm 6
[9] Yusran Asmuni, Pengantar Studi…, hlm. 5
[10] Mujamil Qomar, Merintis Kejayaan Islam Kedua…, hlm. 74.
[11] Suparman Usman, Hukum Islam, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2002), hlm. 92.
[12] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam…, hlm. 152
[13] Harun Nasution, Islam Rasional… hlm. 116.
[14] Mujamil Qomar, Merintis Kejayaan Islam Kedua…, hlm. 73.
[15] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam…, hlm. 153.
[16] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam…, hlm. 153.
[17] Harun Nasution, Islam Rasional…, hlm. 117.
[18] Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam…, hlm. 113.
[19] Zuhairini dkk, Sejarah Pendidikan Islam…, hlm. 114-115.
[20] Harun Nasution, Islam Rasional…, hlm. 118.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar