Jumat, 14 Oktober 2016

Ilmu Mantiq (Pembagian Dilalah/fenomena)

Oleh. Drs.H.Mutawalli,M.Pd.I
Ilmu mantiq tidak lepas dari fikiran karena objek kajian mantiq terdapat dalam fikiran sebagaimana arti lain dari mantiq adalah logika. Kita bisa berlogika karena memiliki akal dan prosesnya adalah berfikir dan alat untuk berfikir adalah otak. Lain ceritanya dengan hati, hati hanya bisa merasa dan mempercayai, hati tidak bisa untuk berpikir karena dia hanya bersifat menyakini sesuatu. Dan itulah kebanyakan orang muslim mengartikan iman adalah “percaya” karena untuk mempercayai sesuatu perlu alat yaitu hati maka kebanyakan orang muslim beranggapan iman adalah masalah tentang hati padahal jika kita berpikir kalau iman hanya sebatas percaya berarti jika kita percaya terhadap seseorang baik itu keluarga, teman, pasangan dan lain sebagainya, berarti kita sudah ber-iman kepada semua itu. Itu merupakan suatu kekeliruan, kita tahu bahwa iman hanya untuk Allah swt, kitab-kitabny dan lain sebagainya yang terdapat dalam rukun iman.Sebenarnya iman adalah pandangan dan sikap hidup. Kita beriman kepada Allah swt berarti kita berpandangan kepada Allah swt dengan sikap hidup mengikuti ajaranya yakni al-quran dan sunnah. Cobalah untuk tidak membatasi akal kita karena untuk memahami iman kita juga harus terlebih dahulu memahami islam, islam itu luas tidak cukup hanya sekedar meyakininya saja.
Akal merupakan alat yang sangat spesial yang dianugrahkan dari Allah swt kepada hambanya, dan bahkan banyak terdapat kata berpikir dalam kitab suci Al-Qur’an yang menerangkan tentang manusia untuk menggunakan akalnya. Bisa dikatakan bahwa Allah swt memerintahkan manusia untuk menggunakan akalnya untuk mencari tahu sesuatu yang belum kita ketahui, jika kita hanya sebatas mempercayai itu hanya akan mematikan fungsi akal.
Mantiq atau Logika merupakan disiplin Ilmu yang khusus mempelajari bagaimana manusia berpikir menggunakan akalnya. Dalam ilmu Mantiq terdapat istilah Dilalah yang secara umumnya dilalah berarti “Fenomena”. Tapi pengertian itu terlalu umum untuk kita, disini saya akan menjelaskan apa itu Dilalah dengan sedikit lebih terperinci.
Dilalah
            Dilalah adalah memahami sesuatu dari sesuatu yang lain. sesuatu yang pertamadisebut al-madhul. dansegalasesuatu yang keduadisebut. Al-Dall (Petunjuk, penerangatau yang memberidalil). Maksudnya kita bisa mengetahui sesuatu dengan bantuan sesuatu yang lainnya.
Contoh:
Þ    Kicauan di atas pohon yang sangat tinggi, kita tidak bisa melihat apa yang berkicau itu tapi kita bisa mengetahui bahwa kicauan itu berasal dari seekor burung karena kemungkina besar hanya burung yang tinggal dipohon dan bisa berkicau. Dan itu dilalah bagi adanya seekor burung di atas pohon.
Dilalah di bagi menjadi dua:
1.      Dilalah Lafzhiyah
·        Thabi’iyah
·        ‘Aqliyah
·        Wadh’yah
2.      Dilalah Ghairu Lafzhiyah
·        Thabi;iyah
·        ‘Aqliyah
·        Wadh’yah
A.     Dilalah Lafzhiyah
DilalahlafzhiyahadalahPetunjuk yang berupa kata atausuara. Dilalah ini dibagi menjadi tiga:
1. Dilalah Lafzhiyah Thabi’iyah yakni dilalah (petunjuk/fenomena) yang berbentuk alami (‘aradh thabi’i) contoh:
Þ    Seseorang yang tertawa terbahak-bahak menjadi dilalah untuk gembira
Þ    Seseorang yang menangis menjadi dilalah untuk bersedih
Contoh diatas merupakan sebagian dari banyak dilalah (petunjuk/fenomena) yang berreaksi secara alami. Orang menangis karena dia sdang sedih dan orang bergembira untuk menunjukkan betapa senangnnya dia akan sesuatu.
2. Dilalah Lafzhiyah ‘Aqliyah yakni dilalah (petunjuk/fenomena) yang dibentuk akal pikiran.
Contoh:
Þ    Suara teriakan di hutan menjadi Dilalah bagi adanya manusia disana
Þ    Suara teriakan maling di sebuah rumah menjadi dilalah bagi adanya maling yang sedang melakukan pencurian.
Jadi yang dimaksud dengan Dilalah yang dibentuk akal pikiran yakni kita menggunakan akal kita untuk berpikir mengenai suara yang didengar. Contohnya sudah disebutkan diatas bahwa ketika kita mendengar teriakan maling akal kita menangkap sebuah kemungkinan yang besar adanya seseorang yang sedang mencuri.
3. Dilalah Lafzhiyah Wadh’yah yakni dilalah (petunjuk/fenomena) yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda (apa saja) berdasar kesepakatan.
Contoh:
Þ    Pemerintah dan kementrian hutan melakukan kesepakatan untuk membuat habitat alami bagi hewan-hewan yang terancam punah di suatu daerah yang sudah ditentukan, ini menjadi dilalah bagi hewan yang hampir punah untuk dikembang biyakan.
Setidaknya kita bisa memahami dilalah ini sangat berbeda dengan dilalah yang sebelumnya, krena dilalah ini terbentuk dengan kesepakatan yang dilakukan oleh masyarakat untuk menentapkan atau mengisyaratkan sesuatu.
Dilalah Lafzhiyah Wadh’yah dibagi menjadi tiga:
a)      Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Muthabaqiyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) pada makna selengkapnya.
Contoh:
Þ    Kata motor memberi dilalah kepada sebuah kendaraan yang terdiri dari roda, kenalpot, mesin, dan lain sebagainya. Sehingga bisa dikendarai untuk perjalanan jarak jauh. Jika anda menyuruh orang untuk membeli sebuah motor berarti itu membeli motor seutuhnya bukan hanya sekedar kenalpot, mesin dan lain sebagainya.
b)      Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Tadhammuniyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) kepada bagian-bagian maknanya.
Contoh:
Þ    ketika anda mengucapkan kata Motor kadang-kadang yang anda maksudkan adalah bagian-bagiannya saja. Jika anda, misalnya menyuruh tukang memperbaiki Motor maka yang anda maksudkan bukanlah seluruh Motor tetapi bagian-bagiannya yang rusak saja.
c)      Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Iltizamiyah, yaitu dilalah lafadz (petunjuk kata) kepada sesuatu yang di luar makna lafadz yang disebutkan, tetapi terikat amat erat terhadap makna yang dikandungnya.
Contoh: jika anda menyuruh tukang bengkel memperbaiki motor anda yang rusak dibagian mesin maka tukang bengkel itu tidak hanya akan memperbaiki mesinnya saja tapi juga kabulator yang menjadi faktor pendukung untuk agar mesin itu hidup. Jadi mesin dan kabulator itu saling berkaitan dan si tukang akan memperbaiki keduanya meskipun kita mengeluh atau menyuruh dia untuk memperbaiki mesinnya saja, karena untuk memperbaiki mesin harus juga memperbaiki kabulator dan ini menjadi keharusan.
B.     Dilalah Ghairu Lafzhiyah
Dilalah Ghairu Lafzhiyah adalah petunjuk yang tidak berbentuk kata atau suara. Dilalah ini dibagi menjadi tiga:
a)      Dilalah Ghairu Lafzhiyah Thabi’iyah. yaitu dilalah (petunjuk/fenomena) yang bukan kata atau suara yangbersifat alami.
Contoh:
Þ    Wajah cerah menjadi dilalah bagi hati yang senang
Þ    Menutup hidung menjadi dilalah bagi seseorang yang menghindarkan bau kentut dan sebagainnya.
Jadi bisa dikatakan dilalah tersebut merupakan fenomena/petunjuk tanpa adanya suara, kita bisa menebak seseorang itu sedang sedih atau senang dengan ekspresi wajahnya dan kita bisa mengetahui apa yang sedang mereka lakukan dengan hanya melihat tindakannya saja tanpa adanya suara.
b)      Dilalah Ghairu Lafzhiyah ‘Aqliyah. yaitu dilalah (petunjuk/fenomena) yang bukan kata atau suara yang dibentuk akal pikiran
Contoh:
Þ    Hilangnya barang-barang di kosan menjadi dilalah adanya pencuri yang mengambil
Þ    Terjadinya kebakaran di gunung menjadi dilalah adanya seseorang yang membawa api kesana.
Jadi dilalah ini mengutamakan fungsi akal. Tanpa adanya suara kita bisa mengidentifikasi suatu fenomena dan mengetahui apa penyebabnya seperti contoh diatas.
c)      Dilalah Ghairu Lafzhiyah Wadh’iyah. yaitu dilalah (petunjukfenomena) bukan berupa kata atau suara yang dengan sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda (apa saja) berdasar kesepakatan.
Contoh:
Þ    Bendera kuning dipasang di depan rumah orang indonesia pada umumnya menggambarkan adanya keluarga yang meninggal.
Jadi dilalah ini bisa dikatakan sebuak tradisi atau kebudayaan yang berada di daerah masing-masing. Kita bisa mengetahui bendera kuning menjadi lambang duka cita di Indonesia dan kita juga tau bahwa orang cina jika menggunakan secarik kain hitam dilengan kirinya itu juga lambang duka cita. Jadi disetiap negera berbeda-beda dalam mengekspresikan emosionalnya. Dan itu didasari oleh kebudayaan atau tradisi.
Ternyata dari sekian pembagian Dilalah diatas kesemuanya merupakan sebuah kejadian atau fenomena. Fenomena dapat diketahui selain menggunakan indera juga menggunakan akal. Karena tidak semua fenomena dapat terlihat seutuhnya. Dalam ilmu mantiq terdapat objek kajian material dan formal sebagaimana dari setiap ilmu pengetahuan mempunyai objek material dan formal yang menjadi lapangan untuk penelitian. Dan lapangan ilmu mantiq sendiri adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat, dan seha. Agar dapat berfikir lurus, tepat, dan sehat disini mantiq menyelidiki, merumuskan, serta menerapkan hukum-hukum yang harus ditaati. Dari sini kita bisa mengetahui bahwasannya objek material dari ilmu mantiq adalah berfikir, yang dimaksud dengan berfikir disini adalah kegiatan akal budi manusia. Kerena dengan berfikir manusia memperoleh serta mengerjakan yang telah dipikir atau pengetahuan yang telah diperolehnya dengan mengolah dan mengerjakan nya ini terjadi pertimbangan, penguraian, membandingkan serta menghubungkan pengertian yang satu dengan yang lainnya. Dan objek formal ilmu mantiq adalah berfikir lurus dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Baihaqi, H., IlmuMantik: TeknikDasarBerfikirLogik. Yogyakarta: DarulUlum Press, 1996
Sambas, SyukriadiMantikKaidahBerpikirIslami. 1996, Bandung :RemajaRosdaKarya.
Thahir, M Taib, Abd. Mu’in. 1987. IlmuMantiq (Logika). Jakarta: PT BumiRestu.
Wallace, L. 1990. MetodeLogikaIlmuSosial. Terjemah: YayasanSolidaritas Agama. Koordinator: Lailil Kadar. Jakarta: BumiAksara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar