Oleh. Drs.H.Mutawalli,M.Pd.I
Ilmu mantiq tidak lepas dari fikiran karena objek kajian
mantiq terdapat dalam fikiran sebagaimana arti lain dari mantiq adalah logika.
Kita bisa berlogika karena memiliki akal dan prosesnya adalah berfikir dan alat
untuk berfikir adalah otak. Lain ceritanya dengan hati, hati hanya bisa merasa
dan mempercayai, hati tidak bisa untuk berpikir karena dia hanya bersifat
menyakini sesuatu. Dan itulah kebanyakan orang muslim mengartikan iman adalah
“percaya” karena untuk mempercayai sesuatu perlu alat yaitu hati maka
kebanyakan orang muslim beranggapan iman adalah masalah tentang hati padahal
jika kita berpikir kalau iman hanya sebatas percaya berarti jika kita percaya
terhadap seseorang baik itu keluarga, teman, pasangan dan lain sebagainya,
berarti kita sudah ber-iman kepada semua itu. Itu merupakan suatu kekeliruan,
kita tahu bahwa iman hanya untuk Allah swt, kitab-kitabny dan lain sebagainya
yang terdapat dalam rukun iman.Sebenarnya iman adalah pandangan dan sikap
hidup. Kita beriman kepada Allah swt berarti kita berpandangan kepada Allah swt
dengan sikap hidup mengikuti ajaranya yakni al-quran dan sunnah. Cobalah untuk
tidak membatasi akal kita karena untuk memahami iman kita juga harus terlebih
dahulu memahami islam, islam itu luas tidak cukup hanya sekedar meyakininya
saja.
Akal merupakan alat yang sangat spesial yang dianugrahkan
dari Allah swt kepada hambanya, dan bahkan banyak terdapat kata berpikir dalam
kitab suci Al-Qur’an yang menerangkan tentang manusia untuk menggunakan
akalnya. Bisa dikatakan bahwa Allah swt memerintahkan manusia untuk menggunakan
akalnya untuk mencari tahu sesuatu yang belum kita ketahui, jika kita hanya
sebatas mempercayai itu hanya akan mematikan fungsi akal.
Mantiq atau Logika merupakan disiplin Ilmu yang khusus
mempelajari bagaimana manusia berpikir menggunakan akalnya. Dalam ilmu Mantiq
terdapat istilah Dilalah yang secara umumnya dilalah berarti “Fenomena”. Tapi
pengertian itu terlalu umum untuk kita, disini saya akan menjelaskan apa itu
Dilalah dengan sedikit lebih terperinci.
Dilalah
Dilalah adalah memahami
sesuatu dari sesuatu yang lain. sesuatu yang pertamadisebut al-madhul. dansegalasesuatu yang
keduadisebut. Al-Dall (Petunjuk, penerangatau yang memberidalil). Maksudnya kita
bisa mengetahui sesuatu dengan bantuan sesuatu yang lainnya.
Contoh:
Þ Kicauan di atas pohon yang sangat tinggi, kita tidak bisa
melihat apa yang berkicau itu tapi kita bisa mengetahui bahwa kicauan itu
berasal dari seekor burung karena kemungkina besar hanya burung yang tinggal
dipohon dan bisa berkicau. Dan itu dilalah bagi adanya seekor burung di atas
pohon.
Dilalah di bagi menjadi dua:
1.
Dilalah Lafzhiyah
·
Thabi’iyah
·
‘Aqliyah
·
Wadh’yah
2.
Dilalah Ghairu
Lafzhiyah
·
Thabi;iyah
·
‘Aqliyah
·
Wadh’yah
A. Dilalah Lafzhiyah
DilalahlafzhiyahadalahPetunjuk
yang berupa kata atausuara. Dilalah ini dibagi menjadi tiga:
1. Dilalah Lafzhiyah Thabi’iyah yakni dilalah (petunjuk/fenomena) yang
berbentuk alami (‘aradh thabi’i) contoh:
Þ Seseorang yang tertawa terbahak-bahak menjadi dilalah untuk gembira
Þ Seseorang yang menangis menjadi dilalah untuk bersedih
Contoh diatas merupakan sebagian dari banyak dilalah (petunjuk/fenomena)
yang berreaksi secara alami. Orang menangis karena dia sdang sedih dan orang
bergembira untuk menunjukkan betapa senangnnya dia akan sesuatu.
2. Dilalah Lafzhiyah ‘Aqliyah yakni dilalah (petunjuk/fenomena) yang
dibentuk akal pikiran.
Contoh:
Þ Suara teriakan di hutan menjadi Dilalah bagi adanya manusia disana
Þ Suara teriakan maling di sebuah rumah menjadi dilalah bagi adanya maling
yang sedang melakukan pencurian.
Jadi yang dimaksud dengan Dilalah yang dibentuk akal pikiran yakni kita
menggunakan akal kita untuk berpikir mengenai suara yang didengar. Contohnya
sudah disebutkan diatas bahwa ketika kita mendengar teriakan maling akal kita
menangkap sebuah kemungkinan yang besar adanya seseorang yang sedang mencuri.
3. Dilalah Lafzhiyah Wadh’yah yakni dilalah (petunjuk/fenomena) yang dengan
sengaja dibuat oleh manusia untuk suatu isyarah atau tanda (apa saja) berdasar
kesepakatan.
Contoh:
Þ Pemerintah dan kementrian hutan melakukan kesepakatan
untuk membuat habitat alami bagi hewan-hewan yang terancam punah di suatu
daerah yang sudah ditentukan, ini menjadi dilalah bagi hewan yang hampir punah
untuk dikembang biyakan.
Setidaknya kita bisa memahami dilalah ini sangat berbeda dengan dilalah
yang sebelumnya, krena dilalah ini terbentuk dengan kesepakatan yang dilakukan
oleh masyarakat untuk menentapkan atau mengisyaratkan sesuatu.
Dilalah Lafzhiyah Wadh’yah dibagi menjadi tiga:
a) Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Muthabaqiyah, yaitu dilalah
lafadz (petunjuk kata) pada makna selengkapnya.
Contoh:
Þ Kata motor memberi dilalah kepada sebuah kendaraan yang
terdiri dari roda, kenalpot, mesin, dan lain sebagainya. Sehingga bisa
dikendarai untuk perjalanan jarak jauh. Jika anda menyuruh orang untuk membeli
sebuah motor berarti itu membeli motor seutuhnya bukan hanya sekedar kenalpot,
mesin dan lain sebagainya.
b) Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Tadhammuniyah, yaitu dilalah
lafadz (petunjuk kata) kepada bagian-bagian maknanya.
Contoh:
Þ ketika anda mengucapkan kata Motor kadang-kadang yang anda maksudkan
adalah bagian-bagiannya saja. Jika anda,
misalnya menyuruh tukang memperbaiki Motor maka yang anda maksudkan bukanlah
seluruh Motor tetapi bagian-bagiannya yang rusak saja.
c) Dilalah Lafzhiyah Wadh’iyah Iltizamiyah, yaitu dilalah
lafadz (petunjuk kata) kepada sesuatu yang di luar makna lafadz yang
disebutkan, tetapi terikat amat erat terhadap makna yang dikandungnya.
Contoh: jika anda menyuruh tukang bengkel memperbaiki
motor anda yang rusak dibagian mesin maka tukang bengkel itu tidak hanya akan
memperbaiki mesinnya saja tapi juga kabulator yang menjadi faktor pendukung
untuk agar mesin itu hidup. Jadi mesin dan kabulator itu saling berkaitan dan
si tukang akan memperbaiki keduanya meskipun kita mengeluh atau menyuruh dia
untuk memperbaiki mesinnya saja, karena untuk memperbaiki mesin harus juga
memperbaiki kabulator dan ini menjadi keharusan.
B. Dilalah Ghairu Lafzhiyah
Dilalah Ghairu Lafzhiyah adalah petunjuk yang tidak berbentuk
kata atau suara. Dilalah ini dibagi menjadi tiga:
a) Dilalah Ghairu Lafzhiyah Thabi’iyah. yaitu dilalah
(petunjuk/fenomena) yang bukan kata atau suara yangbersifat alami.
Contoh:
Þ Wajah cerah menjadi dilalah bagi hati yang senang
Þ Menutup hidung menjadi dilalah bagi seseorang yang
menghindarkan bau kentut dan sebagainnya.
Jadi bisa dikatakan dilalah tersebut merupakan
fenomena/petunjuk tanpa adanya suara, kita bisa menebak seseorang itu sedang
sedih atau senang dengan ekspresi wajahnya dan kita bisa mengetahui apa yang
sedang mereka lakukan dengan hanya melihat tindakannya saja tanpa adanya suara.
b) Dilalah Ghairu Lafzhiyah ‘Aqliyah. yaitu dilalah
(petunjuk/fenomena) yang bukan kata atau suara yang dibentuk akal pikiran
Contoh:
Þ Hilangnya barang-barang di kosan menjadi dilalah adanya
pencuri yang mengambil
Þ Terjadinya kebakaran di gunung menjadi dilalah adanya
seseorang yang membawa api kesana.
Jadi dilalah ini mengutamakan fungsi akal. Tanpa adanya
suara kita bisa mengidentifikasi suatu fenomena dan mengetahui apa penyebabnya
seperti contoh diatas.
c) Dilalah Ghairu Lafzhiyah Wadh’iyah. yaitu dilalah
(petunjukfenomena) bukan berupa kata atau suara yang dengan sengaja dibuat oleh
manusia untuk suatu isyarah atau tanda (apa saja) berdasar kesepakatan.
Contoh:
Þ Bendera kuning dipasang di depan rumah orang indonesia
pada umumnya menggambarkan adanya keluarga yang meninggal.
Jadi dilalah ini bisa dikatakan sebuak
tradisi atau kebudayaan yang berada di daerah masing-masing. Kita bisa
mengetahui bendera kuning menjadi lambang duka cita di Indonesia dan kita juga
tau bahwa orang cina jika menggunakan secarik kain hitam dilengan kirinya itu
juga lambang duka cita. Jadi disetiap negera berbeda-beda dalam mengekspresikan
emosionalnya. Dan itu didasari oleh kebudayaan atau tradisi.
Ternyata dari sekian pembagian Dilalah
diatas kesemuanya merupakan sebuah kejadian atau fenomena. Fenomena dapat
diketahui selain menggunakan indera juga menggunakan akal. Karena tidak semua
fenomena dapat terlihat seutuhnya. Dalam ilmu mantiq terdapat objek kajian
material dan formal sebagaimana dari setiap ilmu pengetahuan mempunyai objek
material dan formal yang menjadi lapangan untuk penelitian. Dan lapangan ilmu
mantiq sendiri adalah asas-asas yang menentukan pemikiran yang lurus, tepat,
dan seha. Agar dapat berfikir lurus, tepat, dan sehat disini mantiq
menyelidiki, merumuskan, serta menerapkan hukum-hukum yang harus ditaati. Dari
sini kita bisa mengetahui bahwasannya objek material dari ilmu mantiq adalah
berfikir, yang dimaksud dengan berfikir disini adalah kegiatan akal budi
manusia. Kerena dengan berfikir manusia memperoleh serta mengerjakan yang telah
dipikir atau pengetahuan yang telah diperolehnya dengan mengolah dan
mengerjakan nya ini terjadi pertimbangan, penguraian, membandingkan serta
menghubungkan pengertian yang satu dengan yang lainnya. Dan objek formal ilmu
mantiq adalah berfikir lurus dan tepat.
DAFTAR PUSTAKA
Baihaqi, H., IlmuMantik: TeknikDasarBerfikirLogik.
Yogyakarta: DarulUlum Press, 1996
Sambas, SyukriadiMantikKaidahBerpikirIslami.
1996, Bandung :RemajaRosdaKarya.
Thahir, M Taib, Abd. Mu’in. 1987. IlmuMantiq
(Logika). Jakarta: PT BumiRestu.
Wallace, L. 1990. MetodeLogikaIlmuSosial.
Terjemah: YayasanSolidaritas Agama. Koordinator: Lailil Kadar. Jakarta: BumiAksara.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar